INGATAN PONCO YANG DUKA

 Ingatan Ponco yang Duka


Ponco, mondar‑mandir jarak pendek di depan pagar berlapis jaring logam yang diberi warna hijau daun. Ponco satu di antara beruang yang menghuni taman satwa Karang Joang, Balikpapan, Kalimantan Timur.

Ponco sepertinya masih mengingat masa lalunya yang kelam, garis takdir kehidupannya tragis. "Bagaimana nasib adikku. Ayah ibu, sudah tiada. Aku bingung. Apa aku harus kabur dari sini mencari adikku."

Sebelum menghuni marga satwa, tiga tahun lalu Ponco menempati Hutan Sungai Wain. Hidup bersama orangutanya dan satu adiknya yang betina. Saat masih bersama, merasa bahagia, menikmati alam liar belantara.

Kehidupan terusik kala ada segerombolan manusia masuk hutan melakukan perburuan. Sadisnya lagi, melakukan pembabatan pohon‑pohon hutan. Dasar gila, hutan sampai botak coklat.

(Jongfajar Kelana)

Kebengisan manusia melebihi hewan. Memakan semua yang ada, merusak kesimbangan alam. Binatang buas sadis hanyalah jalankan naluri makhluk hidup dalam rantai makanan.

Dor. Dor. Dor, ayah ibu Ponco tergeletak bersimbah darah. Dihujani pelor senapan sampai puluhan kali oleh manusia bertopeng serigala. Sekejap, ayah ibu Ponco tewas tak berkutik, dari kejauhan Ponco melihat dari jarak seratus meter.

Saat kejadian tembakkan beruntun Ponco mencoba kabur bersama adiknya. Padahal waktu itu mereka sedang bersiap‑siap untuk sesi makan bersama, santap madu hasil buruan di beberapa pohon. Sementara ayah ibunya mencoba menghadapi, berhadapan dengan pemburu.

Begitu lari pergi, adik Ponco mengambil arah berlawanan. "Mau memutar jalan. Mau serang dari belakang pemburunya."

Ponco memberi imbauan ke adiknya tidak perlu dilawan. Pemburu bersenjata modern, dilawan sama saja akan bunuh diri. Tetapi tetap bersikukuh, lari kencang tinggalkan Ponco.

Hanya terdiam, Ponco berlinang air mata. Dilihat dari kejauhan sekitar 50 meter, adik Ponco terperangkap pemburu lainnya terjerat dengan jaring.

Adik Ponco tidak dieksekusi mati, setelah terjaring adik Ponco langsung digiring ditangkap dimasukkan ke dalam kandang besi dibawa entah kemana.

Ponco yang melihat dari kejauhan peristiwa mengerikan tersebut tidak mau mengambil resiko. Pelan‑pelan mengendap, Ponco lari menjauh mundur dari kawasan basis pemburu.

Menerobos hutan belantara tanpa arah tujuan jelar, Ponco lari sangat cepat dengan disertai hati yang duka, sedih merana.

Ponco hidup sendiri, keluarganya dibantai tewas, adiknya diculik. Nasib Ponco kala itu memang diselimuti awan mendung kesedihan.

Kesedihan yang mendalam ini membuatnya tidak fokus, menghilangkan konsentrasi pada jalur yang dilewatinya. Hingga akhirnya, ada jurang setinggi lima meter di depannya, Ponco tidak melihatnya.

Ponco terjatuh, masuk ke jurang yang dibagian bawahnya adalah rerumputan tanah keras. Ponco pun tergeletak di tanah, tidak sadarkan diri setelah tak sadar jatuh dari ketinggian lima meter.

Tubuhnya yang berbulu mengalami luka terkena benturan batu yang ada di tembok curam jurang. Kaki Ponco pun mengalami luka kritis, sedikit patah pada bagian engsel. Ponco tidak berdaya. Langit malam datang, Ponco pingsan di dalam jurang.

Dua hari kemudian, keberadaan Ponco ditemukan sekelompok manusia yang mengatasnamakan relawan pecinta lingkungan yang sedang lakukan penelitian flora dan fauna.

Dimulai dari peristiwa inilah, Ponco kemudian diselamatkan sampai akhirnya sekarang ditampung dalam kawasan enklosure Beruang Madu Karang Joang Kota Balikpapan.

Ponco setelah siuman kaget, ternyata dirinya masih hidup, sedikit tidak percaya. Usai sadarkan diri Ponco sempat bingung juga, ternyata sudah berada di tempat baru yang dianggapnya aman dan tentram. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I