BERSINERGI BALIKPAPAN BEBAS KORUPSI
Pejabat
Memperkaya Diri dari Korupsi Rakyatnya
masih Miskin
Memaknai
peringatan hari antikorupsi sedunia, sejumlah tokoh masyarakat dan pejabat dari
unsur Pemkot Balikpapan bersama lembaga sosial masyarakat, profesional, dan
akademisi mengadakan diskusi publik mengangkat tajuk 'Bersinergi Balikpapan
Bebas Korupsi' di Ruang Rapat Redaksi Tribun Kaltim, Jumat 8 Desember 2017
siang.
Diskusi
dimoderatori Nurdin Ismail, Ketua Laskar Antikorupsi Indonesia wilayah Kota
Balikpapan. Peringatan antikorupsi mulai muncul 9 Desember 2003, yang disetujui
Perserikatan Bangsa‑bangsa dalam Konvensi Antikorupsi di Meksiko.
Momen
hari antikorupsi menjadi titik penting untuk melakukan refleksi, pengingat bagi
siapa saja agar di Kota Balikpapan dengan penuh harapan, tidak ada lagi apa
yang namanya tindak pidana korupsi.
"Kita
membutuhkan aksi pencegahan, mendorong para penegak hukum dan pemerintah demi
mempercepat proses pemberantasan korupsi yang selama ini belum disidangkan di
pengadilan," tutur Nurdin.
Persoalan
besar, pekerjaan rumah pada bangsa Indonesia, termasuk di Kota Balikpapan
adalah penyakit korupsi yang akut, merebak di segala lini. Perlu ada pengingat,
dibutuhkan upaya pencegahan, bukan sekedar pemberantasan semata.
Pengamat
hukum Universitas Balikpapan Dr Piatur Pangaribuan, mengatakan, sejak dahulu
negara Indonesia selalu dikatakan sebagai negara berkembang. Belum pernah
mencapai progresifitas, masih selalu disebut negara berkembang.
"Korupsi
selalu bergulir. Korupsi membuat hancur suatu bangsa. Negara mundur sebab masih
adanya korupsi. Pejabat memperkaya diri dari korupsi, rakyatnya masih miskin.
Negara tidak maju‑maju," ungkapnya.
Sebagai
gambaran, negara maju seperti Jepang atau negara Eropa, tidak memiliki banyak
sumber daya alam. Kekayaan bumi sedikit namun ditunjang sumber daya manusia
yang mumpuni, termasuk integritasnya, komitmen untuk maju, tegakkan hukum, mau
menerapkan keadilan bagi seluruh masyarakat melalui gerakan menjauhi korupsi.
"Negara
maju, tidak kaya alamnya, tapi bisa kita saksikan negara‑negara ini bisa kuasai
dunia. Disegani, menjadi acuan perbandingan sebagai negara maju. Lihat negara
yang rusak, masih banyak korupsinya," katanya.
Bandingkan,
dengan kehidupan di Indonesia. Bisa saksikan betapa keadilan sulit terwujud
dalam masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Keadilan tidak terjamah ke seluruh
Indonesia. Satu sama lain saling dirugikan, rakyat yang bodoh secara pendidikan
semakin tergerus hilang, tersingkir dari kesejahteraan.
Berkaca
pada analisis 2030, Indonesia akan mengalami bonus demografi, kaula muda‑mudi
banyak jumlahnya. Ada yang mengatakan ini potensi bagus, sebagai modal penting
untuk memutar roda kemajuan. Banyak kaula muda, maka suatu bangsa akan
terbangun, berjalan secara produktif.
Tetapi
sebaliknya, bila kualitas pendidikan kaula muda rendah, kurangnya keterampilan
tidak ada percaya diri yang tinggi dan memegang ilmu yang mumpuni, tentu saja
bonus demografi tersebut bakal menjadi sumber kekacauan, bahkan bisa disebut
titik kehancuran, menjadi negara gagal dan bubar.
Komentar
Posting Komentar