HATALA FIRDOS
Hatala Firdos
Madu dari Surga
Saya
pamit kepada istri yang sedang mengandung sembilan bulan. Pergi meninggalkan
Kota Balikpapan terbang ke Kota Manado Sulawesi Utara mengikuti program edukasi
mengenai pelatihan penulisan jurnalistrik berwawasan lingkungan persembahan The
Wildlife Conservation Society.
Pergi
ke Kota Manado pada 13 Juni 2017 siang. Hujan rintik mengiringi kepergian ke
Bandara Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sepinggan Kota Balikpapan, Provinsi
Kalimantan Timur.
Berhubung
istri sedang mengandung besar, maka pergi ke bandara memakai ojeg daring yang
selama perjalanan terkena belaian hujan rintik. Biasanya, kalau saya pergi ke
luar kota naik pesawat diantar istri ke bandara menggunakan sepeda motor.
Sebenarnya
sudah sering pergi ke Kota Manado. Tidak perlu lagi risau, bingung dengan
daerah di ujung pulau Sulawesi ini. Terbang menggunakan pesawat berlogo singa,
selama perjalanan diselimuti awan mendung.
Menghilangkan
rasa bosan di dalam pesawat, membaca majalah traveling, sesekali tidur ayam.
Perjalanan hampir satu jam lebih, cukup membosankan dan menegangkan karena
memang pesawat sering banyak bergetar menabrak awan mendung.
Detik‑detik
tiba di Kota Manado, nyali sempat menciut. Cuaca di Kota Manado sedang mendung.
Pesawat akan mendarat, menabrak rintikan hujan deras. Tubuh pesawat banyak
bergoyang.
Seperti
biasanya, gaya‑gaya penumpang wanita Manado tampak santai, tidak ada beban.
Saya melihat penumpang wanita asal Manado berdandan kemayu saat akan pesawat
mendarat.
Pengalaman ini mengingat saya di tahun 2008 yang pertama kalinya terbang ke Manado. Ada kisah yang sama, meski pesawat dalam kondisi gunjangan cuaca buruk, wanita‑wanita menyempatkan berdandan.
Begitu
mendarat dengan anggunnya di Bandara Udara Internasional Sam Ratulangi Kota
Manado, saya langsung melanjutkan perjalanan ke lokasi tujuan ke daerah Komo
Luar, Jalan Jendral Sudirman.
Berjalan
sekitar 100 meter keluar dari komplek bandara Sam Ratulangi, langsung temukan
mobil angkot mikro. Saya pun naik.
Menuju ke lokasi acara. Sampai akhirnya tiba dan mengikuti sampai babak
akhir perjumpaan pelatihan.
Singkat
cerita, sudah empat hari saya berada di Kota Manado, mengikuti pelatihan
jurnalistik lingkungan. Berada di kawanua Sulawesi Utara, rasa penasaran selalu
menggelayut, istri saya Anggun Aprilia Eka Putri sedang hamil tua.
Saya
menanti detik‑detik kelahiran sang buah hati tercinta. Setiap waktu senggang
pelatihan selalu sempatkan bertanya pada istri yang ada di Kota Balikpapan,
menanyakan kabar kondisi terkini.
Hari
itu, Sabtu 17 Juni 2017 pagi, hari yang bebas, sudah tidak lagi ada gelaran
pelatihan, dinyatakan telah usai. Sebelum terbang ke Kota Balikpapan saya
luangkan waktu sejenak mampir ke rumah mertua di Manembo‑nembo Kota Bitung
Sulawesi Utara.
Berangkat
pagi menjelang siang, sekitar pukul 06.00 Wita, menggunakan angkutan umum. Dari
daerah Komo Luar Manado saya naik angkutan umum mikro warna biru menuju ke
terminal bus antar kota di Paal Dua, Manado.
Jaraknya
tidak sampai satu jam, hanya butuh waktu sekitar 20 menit bisa singgah di
terminal Paal Dua. Untungnya pagi itu jalan raya lengang tidak macet. Kondisi
udara pagi pun masih segar, membuat bugar badan di tengah suasana masih puasa
Ramadhan.
Begitu
tiba di terminal, penampakkan bus antar kota nampak, tersedia banyak berderet
memanjang ke belakang. Saya memilih bus yang paling deretan depan supaya bisa
langsung berangkat.
Bus
lama melaju, banyak menunggu penumpang. Bus penuh barulah jalan ke arah Kota
Bitung. Duduk di bangku belakang saat pas masih berpuasa ramadhan.
Di
dalam bus hawa sumpek panas, ditambah lagi ada orang yang duduk di pojok bangku
paling belakang asyik menghisap rokok. Asap dikepul dari mulutnya yang tidak
berpuasa, maka semakin pengap di dalam bus.
Saat
yang dinanti akhirnya berlangsung, bus berjalan ke Kota Bitung. Dan diiringi
cuaca yang sejuk adem, saya pun tiba secara anggun di lokasi tujuan, Manembo‑nembo
Kota Bitung.
Dari
pagi hingga menjelang sore, beristirahat di rumah mertua, rumah orangtua istri
di Manembo‑nembo. Ketika sore hari tiba berangkat lagi pulang ke Kota
Balikpapan. Ibu mertua, Hertina Said ikut pergi ke Kota Balikpapan, ingin
menemani proses persalinan anaknya yang juga istri saya, Anggun.
Tiba
malam hari di Kota Balikpapan, istri belum merasakan puncak kehamilan. Mencoba
ke dua tempat klinik namun belum cocok. Klinik yang satu kurang menarik nyaman
dan klinik yang satu lagi merasa takut menangani sebab usia kandungan sudah
dinyatakan hamil tua.
Dipilihlah
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Kanujoso Djatiwibowo, Kota Balikpapan yang memiliki
pengalaman jam terbang tinggi dilengkapi banyak fasilitas yang memadai
dibandingkan klinik atau rumah sakit bersalin lainnya.
Keputusan
tim medis rumah sakit memutuskan, istri diberi induksi supaya janin bisa
dipaksa keluar secara baik. Diberilah induksi, pada esok harinya, Minggu 18
Juni 2017.
Persisnya pada menjelang tengah malam atau sektiar pukul 19.30 Wita, bayi yang dinanti‑nanti akhirnya muncul ke bumi. Bayi lelaki tampan hadir dihadapan kami berdua, lahir selamat.
Ditemani
Nenek Rani, bayi berteriak menangis. "Ouh kencing juga. Wah sama buang air
besar juga," ungkap Nenek Rani dengan riangnya. Tentu saja ini sehat.
Alhamdulillah bayi yang normal.
Bayi
ini anak pertama kami. Diberi nama Hatala Firdos. Sebelum lahir kami sudah
mencari nama yang terbaik penuh makna positif. Pemberian nama Hatala Firdos,
kata Hatala diambil dari bahasa jawa kuno yang artinya madu.
Sementara
Firdos juga dari bahasa jawa kuno yang memiliki makna surga. Jadi, Hatala
Firdos merupakan madu dari surga. Harapan terbesar, Hatala menjadi generasi
yang mampu memberikan nilai‑nilai kebaikan bagi dirinya, kedua orangtuanya,
orang lain, bangsa dan negara. ( )
Komentar
Posting Komentar