SANCA KEMBANG KALIMANTAN



Ular Terbesar dan Terpanjang di Dunia

Setiap kali hujan deras, air hujan menggenangi perkotaan Balikpapan, ada saja penampakan reptil yang tak diundang. Seperti Python reticulatus atau yang dalam bahasa lokal di Kalimantan Timur sering disebut ular sanca kembang atau sanca batik.

"Sering kalau banjir kita temukan ular. Kalau hujan memang ular-ular sanca peliharaan saya banyak yang gerak-gerak di dalam kandangnya, gerakkan kepalanya. Sudah nalurinya kalau ada hujan dan berair basah, sangat senang," ungkap Jamal Phatiya (37), kepada Tribun, Sabtu 22 Juli 2017.

Beberapa minggu yang lalu, ujar Jamal, seusai hujan seharian di pelabuhan Semayang Kota Balikpapan ditemukan seekor ular sanca kembang, menggeliat hidup. Kontan, peristiwa ini membuat kaget sekaligus takjub. Bentuk ukuran ular panjang, usianya sudah dewasa, sekitar tiga meter lebih.

"Ditemukan di samping kontainer. Lalu diamankan sama Angkatan Laut lalu dibawa ke kebun binatang yang ada di Surabaya," katanya di kediamannya, Gang Selamat Balikpapan Tengah, yang mengkoleksi banyak jenis ular. 

Jongfajar Kelana

Ular sanca kembang itu masuk kategori hewan khas yang ada di Pulau Kalimantan. Di tempat lain seperti Pulau Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi juga bisa ditemukan. Keberadaan ular ini di alam liar sangat mudah ditemukan karena ukuran tubuhnya yang besar dan panjang.

Menurut Gabriella M. Fredriksson dalam Predation On Sun Bears By Reticulated Python in East Kalimantan, Indonesian Borneo (2005), disebutkan ular Pyhton Reticulated atau sanca kembang ini merupakan ular terpanjang di dunia.

Bobot tubuhnya saja terbilang besar ketimbang dari jenis ular lainnya seperti King Cobra hanya mencapai 20 kilogram. Sementara, bila menimbang berat tubuh ular sanca kembang, bisa mencapai maksimal 158 kilogram. Kalau menurut C.H Pope di tulisannya The Giant Snakes (1975), ular sanca kembang ini bisa berkembang besar hingga 150 kilogram. 

Disinggung lagi dalam tulisan Taxonomy, Life History and Conservation of
Giant Reptiles in Indonesian Borneo (2003), karya M Auliya, dijelaskan, bentuk pada bagian kepalanya saja lebar dan besar. Ular ini tercipta sebagai pemangsa yang bisa menelan makanan berukuran besar dari tubuhnya. Kelebihannya diberi sebuah gigi yang melengkung panjang yang akan memudahkan menangkap mangsanya yang sampai berukuran besar.

Sebenarnya, untuk menemukan ular sanca kembang ini bisa ditemukan dimana pun, tidak hanya di hutan belantara tropis. Sekarang ini, menurut Amir Hamidy, ular sanca kembang sudah menyasar tinggal di perkotaan.

"Ular berburu tikus-tikus yang biasa berkeliaran di perkotaan. Tikus yang ada di perkotaan jumlahnya banyak. Ular sanca seperti ini suka. Akan menghampirinya," kata yang Peneliti Biosistematika Vertebrata dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kepada Tribun.

Karakter ular reticulatus ini diidentikan reptil yang menetap di hutan tropis. Namun sifatnya ular reticulatus ini tidak teritorial hanya menetap pada satu tempat saja. Ular jenis ini lebih melihat tempat yang banyak sumber makanannya.

Apalagi tambahnya, reptil reticulatus ini bergolongan binatang berdarah dingin. Tubuhnya bisa menyesuaikan dengan lingkungan yang disinggahi, cocok atau tidak. Suhu tubuhnya kira‑kira sama dengan suhu lingkungan sekitarnya. 

"Tinggal di perkotaan saja ular sanca kembang bisa hidup. Ada banyak kasus warga menemukan di sekitaran tempat tinggal rumah warga," ujarnya.

Berbeda halnya dengan habitat seperti burung atau mamalia, dipastikan sangat bergantung pada tempat tertentu, menetap pada satu tempat. "Ular sanca kembang atau retic ini survive ya sangat tinggi. Dimana pun bisa hidup. Bisa pandai beradaptasi," ungkapnya.  

Pola Kulit Tak Selalu Identik
Ular sanca kembang memiliki pola tubuh yang menarik, indah dan unik. Inilah pendapat dari sebagian orang, satu di antaranya maniak reptil, Jamal Pahtiya. "Bentuknya melingkar-lingkar seperti kembang. Warnanya coklat serupa batik, sampai ada yang sebut juga sanca batik," katanya kepada Tribun, Sabtu 22 Juli 2017.

Orang Balikpapan menyebut Pyhton Reticulated sebagai sanca kembang. Melihat pola tubuhnya yang menyerupai kembang-kembang bagus. Sampai ada orang yang jatuh cinta karena memang kulitnya yang indah, rela membeli mahal untuk diambil kulitnya untuk dijadikan bahan pembuatan produk fashion.

Sebenarnya, secara ilmiah, bentuk kulit ular yang berpola identik batik atau kembang bukan menjadi jaminan itu adalah Pyhton Reticulated. Untuk jenis reptil ular, warna dan pola kulit tubuhnya bukan ditentukan dari spesies tertentu namun warna dan pola kulit itu mengikuti habitat lingkungan tempat tinggalnya.

"Kita tidak bisa tentukan jenis ular itu dari warna kulit dan polanya. Bisa saja pola kulit ular yang berbisa dengan yang tidak berbisa sama saja," ujar Amir Hamidy, Peneliti Biosistematika vertebrata dari LIPI.   

Menurut dia, karakteristik pola dan warna kulit sanca kembang itu menyesuaikan habitatnya. Bentuknya yang seperti dilihat, bercorak seperti batik, bulat-bulat. 

Mungkin saja ditempat lain, ular Pyhton Reticulated bisa tidak sesuai dengan pola pada umumnya, semua bergantung dari kondisi lingkungannya. "Ada ular yang polanya batik ternyata dia sejenis seperti cobra, ular berbisa," ungkapnya.   

Bingung Sama Manusia Makan Dagingnya
Sampai sejauh ini, eksistensi ular sanca kembang atau batik ini bukan termasuk binatang yang langka. Namun berdasarkan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora masuk ketegori Apendiks II, yakni daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.

Sementara di negara Republik Indonesia, ular sanca kembang belum masuk jajaran binatang yang dilindungi Undang-undang. Namun kata Ketua Komunitas Thors Reptil Balikpapan, Jamal Phatiya, sudah seharusnya reptil ini dilindungi, sampai ada orang yang sengaja berburu hanya ingin mengincar kulit dan dagingnya.

"Kalau bebas tanpa terkendali bisa saja suatu saat nanti akan punah. Saya bingung sampai ada manusia yang mau makan dagingnya. Memangnya tidak ada makanan yang lain," kata Jamal, pria kelahiran Balikpapan ini.

Keberadaan reptil sanca kembang ini memang belum dianggap mendesak untuk harus dijadikan binatang yang dilindungi. Sebab masih ada binatang lain yang masih dianggap layak untuk dilindungi negara. Ini disampaikan Amir Hamidy, Peneliti Biosistematika vertebrata dari LIPI. 

Jongfajar Kelana

Dia menganalisis, ular sanca kembang sekali beranak pinak bisa mencapai ratusan butir telur. Sekalinya menetas bisa mencapai 40 sampai 50 ekor. Terlebih lagi, kondisi fisik ular sanca kembang ini bisa dibilang kebal pada situasi apa pun.

Menurut Amir, isu yang belakangan ramai diperbincangkan mengenai penjualan daging ular sanca dijual bebas di pasar ritel modern, bukanlah sebagai tolak ukur yang harus diikuti dengan penetapan status darurat terancam langka.

"Penetapan status langka, untuk sampai ke Apnediks I itu banyak variabel. Harus ada penelitiannya terlebih dahulu," ujar pria yang lulusan Doctoral Degree from Graduate School of Human Environmental Studies, Kyoto University, Japan ini. 

Bagi Amir, yang perlu dilakukan ialah kontrol terhadap penggunaan ular ini sebagai produk konsumsi manusia, seperti mengambil manfaatnya bagian kulit atau dagingnya. 

Selama ini sudah dilakukan yang perannya dilakoni oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). "Ditempat ini dijatah hanya bisa lima ekor. Ditempat lain bisa beda. Ini semua dikontrol oleh BKSDA," katanya.

Sebenarnya Tidak Suka Makan Manusia
Beberapa bulan belakangan ini, pernah digegerkan manusia ditelah oleh ular sanca kembang sejenis Python reticulatus di Sulawesi Selatan. Menghadapi ular semacam ini ada tips dan trik. dr Tri Maharani, ahli management snake bite, menjelaskan, ular sanca retic ini sangat berbeda dengan ular yang berbisa.

"Yang mematikan dari ular sanca retic ini dari lilitan tubuhnya. Kalau kita sudah dililit sudah tidak bisa lagi bergerak, tulang-tulang tubuh kita akan retak patah. Kita tidak bisa bernafas. Kalau kita sudah mati nanti ditelan mentah-mentah sama ular ini," ungkapnya kepada Tribun, Sabtu 22 Juli 2017 melalui sambungan telepon selulernya yang sedang di Serawak, Malaysia.

Walau ular sanca kembang atau batik ini tidak mengeluarkan racun berbisa dari mulutnya tetapi sekali kena gigitannya bisa dianggap berbahaya. Sekali gigitan sangat sakit sebab ular sanca kembang ini memiliki gigi tajam yang seperti dua mata pisau. "Kalau tidak segera dijahit atau tidak diberi antibiotik, bekas gigitannya bisa infeksi," tuturnya. 

Terutama lagi, tambah dia, ketika gigitan ular sanca kembang mengenai otot atau pembuluh darah, maka manusia itu tidak bisa diselamatkan lagi nyawanya. "Bentuk giginya seperti kail pancingan. Makanya kalau digigit jangan langsung ditarik. Kalau ditarik tubuh kita yang digigit bisa robek," katanya. 

Pola penaklukan dari sanca kembang ini dimulai dari bagian ekornya. Setelah mangsa dililit sampai keseluruhan, maka tindakan selanjutnya adalah menggigit dengan giginya sebagai pegangan kuat untuk lebih memudahkan lagi upaya melilitkan tubuh ke mangsanya secara lebih kuat.

Menurut Maharani, ular sanca kembang ini sebenarnya bukan binatang pemangsa. Ular melakukan penyerangan karena upaya untuk mempertahankan diri. Kalau ular ini tidak diganggu tentu saja tidak akan menyerangnya. "Kita kalau melihat biarkan saja. Biarkan ularnya lewat. Tidak akan menyerang kita," katanya.

Secara naluri, sanca kembang ini tidak memangsa manusia. Selera makannya bukan cenderung ke manusia namun lebih kepada buruan binatang ayam atau tikus. 

"Ular sanca makan manusia berarti awalnya manusia itu yang mencoba menyerangnya. Ular hanya berusaha mempertahan diri," tutur Maharani.   

Seandainya manusia melihat ular sanca dan ingin memindahkannya, tentu saja memerlukan alat berupa tongkat panjang atau batang bambtu. Tidak bisa mendekat, wajib jauh dari ular sanca, harus ada jarak yang lumayan jauh.

"Kita dekati lalu kita usir tanpa alat sama saja itu menantang dia. Kita dianggap mengancam keberadaan dia. Si ular akan membalasnya, akan melawannya," ungkap perempuan yang dikenal juga sebagai ahli toksikologi ini.[1] ( )

Python reticulatus
Kingdom:      Animalia
Phylum:         Chordata
Class:            Reptilia
Order:            Squamata
Suborder:      Serpentes
Family:           Pythonidae
Genus:           Python
Species:        Python reticulatus

Nama Indonesia
Sanca kembang
Sanca batik
Ular petola

Habitatnya
Hutan tropis

Daerah Habitat
Kalimantan, Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi.

Kembang biak
10 sampai sekitar 100 butir

Ukuran tubuh
Panjang maksimal 6.95 meter
Berat maksimal  158 kg

Makanan Utama:
Mamalia kecil, burung, biawak, kodok, kadal, ikan, anjing, monyet, babi hutan, rusa, bahkan manusia.

Senjata Andalan
Gigi taring
Lilitan dari bagian ekornya

Predator Sanca
Burung Elang
Buaya
Manusia

Ciri Morfologi
Bersisik kuning, hitam dan coklat
Mulut kecil sedikit panjang
Punya lidah panjang

Statusnya
Indonesia belum melindungi Undang‑undang.
CITES, memasukkannya ke Apendiks II.
Maksud Apendiks II; daftar spesies yang tidak terancam kepunahan,
tetapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.





[1] Koran Tribunkaltim, “Sanca Kembang Penghuni Pulau Kalimantan; Terbesar dan Terpanjang di Dunia,” terbit pada Minggu 23 Juli 2017 di halaman depan bersambung ke halaman tujuh di rubric Tribun Line.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I