MEMANDANG ORANGUTAN SECARA NYATA
KAWASAN REHABILITASI ORANGUTAN SAMBOJA
Kebetulan saat itu saya berada di Kota Balikpapan. Untuk mencapai ke lokasi komunitas Orangutan di Samboja, butuh kendaraan darat. Bisa sepeda motor atau mobil. Selama ini belum ada kendaraan umum yang bisa mengakses ke tempat ini.
Pandangan pertama saya melihat Orangutan di tempat ini adalah Orangutan yang bernama Bujang dan Ani. Kedua Orangutan ini tinggal dalam satu pulau buatan yang di desain layaknya hutan belantara. Lengkap banyak pepohonan dan rumputan hijau dan bangunan tiang beton sebagai tempat bergelantungan.
Cara berjalannya saja sudah berbeda, si Bujang lebih seperti manusia. Berjalan hanya menggunakan kaki dan kedua lengannya yang panjang diangkat. Serupa dalam pertunjukan sirkus, jalan si Orangutan Bujang disamakan dengan manusia.
Memandang
Orangutan Secara Nyata
Penghuni
planet bumi ini ada banyak ragam. Dimulai dari binatang, manusia, hingga
tumbuhan mendiami bumi yang bulat ini. Namun terkadang, ada beberapa manusia
yang belum pernah melihat secara langsung wujud makhluk lainnya. Seperti di
antaranya binatang Orangutan, yang merupakan primata yang lucu dan menakjubkan.
KEBERADAAN
Orangutan hanya ada di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Kebetulan saya
sedang berada di Kalimantan Timur, memiliki peluang emas untuk saksikan secara
nyata Orangutan ini, di Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Rasa
penasaran saya memuncak, keinginan melihat Orangutan seakan suatu kewajiban
yang tidak boleh ditiadakan dalam kamus hidup. Soalnya, Orangutan ini memiliki
khas, masuk binatang yang spesial.
Orangutan
dianggap primata tercerdas yang sangat hobi tinggal di hutan belantara rasa
tropis. Apalagi Orangutan ini disebut peneliti, kemiripannya mendekati ciri
manusia. Hal‑hal seperti inilah yang membuat kita selagi masih hidup, harus
melihat Orangutan lebih dekat dan nyata.
Orangutan penghuni kawasan rehabilitasi Samboja Kutai Kartanegara (Tribunkaltim fahmirachman) |
Kebetulan saat itu saya berada di Kota Balikpapan. Untuk mencapai ke lokasi komunitas Orangutan di Samboja, butuh kendaraan darat. Bisa sepeda motor atau mobil. Selama ini belum ada kendaraan umum yang bisa mengakses ke tempat ini.
Maka
saya pun memakai kendaraan non komersil, pergi bersama rekan sekerja, Abdul
Haerah Pemimpin Redaksi Tribunkatim, Fahmi Rachman sang fotografernya dan Ayuk
Fitri yang terkenal sebagai reporter dunia maya. Kami menggunakan mobil milik
Tribunkaltim.
Berangkat
pagi hari sekali, sebab untuk melihat Orangutan adabaiknya menjelang siang.
Cuaca di Kota Balikpapan saat itu mendung, sedikit ada rintik hujan, namun ini
tidak menyurutkan semangat berkelana melihat kera besar berlengan panjang ini,
Rabu 17 Mei 2017.
Sebenarnya
lokasi Orangutan ini tidak jauh dari Bandara Udara Sultan Aji Muhammad
Sulaiman, Sepinggan Balikpapan. Ke tempat tujuan ini hanya butuh waktu sekitar
45 menit dengan kondisi jalan raya maju lancar tanpa macet.
Hunian
Orangutan ini bukanlah kebun binatang atau tempat perkandangan yang dijeruji
besi. Lokasinya disebut kawasan rehabilitasi Orangutan yang dikelola Yayasan
The Borneo Orangutan Survival (BOS), Samboja Lestari, Kabupaten Kutai
Kartanegara. Tempat ini dibuat seperti hutan tropis sungguhan, Orangutan bisa
bebas berkeliaran di tengah semak belukar tumbuhan rindang.
Melapor
Pos Jaga
Masuk
ke kawasan ini dari jalan besar ke area kompek rehabilitasi cukup sulit,
medannya tidak semulus layaknya jalan tol yang berbeton. Jalur lintasan ke
kawasan rehabilitasi Orangutan ini berkondisi tanah merah dan berbatu cadas
kerikil. Dari jalan besar ke area butuh waktu sekitar 25 menit saja.
Saya
yang saat itu tiba dilokasi mengalami keberuntungan. Datang tepat pada
waktunya, sehabis turun hujan. Kondisi lajurnya sedikit berlumpur dan segar
tiada ada debu tanah merah berterbangan. Seandainya panas gersang, tentu saja
akan berjibaku dengan kepulan debu jalanan.
Setiba
di lokasi, mengisi buku tamu di pos penjagaan pintu masuk utama yang dilengkapi
portal besi. Di pos ini ada beberapa orang aparat keamanan yang setiap hari
bertugas menjaga. Setiap orang yang dianggap asing, diwajibkan melapor ditempat
ini.
Setelah
melapor, kami dijemput pegiat rehabilitasi Orangutan BOS Foundation,
menggunakan mobil beroda besar double garden. Mereka ini bernama Halisa dan
Suhadri, yang sudah puluhan tahun mengabdi di `sekolahan' Orangutan ini.
Tidak
berlangsung lama, dari Pos penjagaan utama langsung kami menuju lokasi
rehabilitasi Orangutan. Jalan yang tidak mendatar, banyak menemui lubang,
menjadi tantangan kala itu.
Menikmati
Liarnya Hutan
Dipinggir
jalan bersabuk pohon rindang, benar‑benar fakta berada dalam genggaman hutan
belantara. Saya waktu naik mobil berada di bak belakang, terbuka tanpa penutup.
Kondisi ini membuat saya puas memandangi alam liar Samboja.
Udaranya
sejuk, sekujur tubuh hawanya terasa nikmat. Alamnya memberi sajian lestari,
hidup mampu bebas menghisap oksigen murni, `murah meriah' tanpa harus
terkontaminasi zat emisi karbon. Ketika mobil melaju, usapan angin yang segar
menerapa lapisan raut wajah, saya berharap membatin dalam doa agar selalu
bertampang awet muda.
Singkat
cerita, melihat jam digital di smartphone milik saya, ternyata tidak sampai
sejam, perjalanan menggunakan mobil sport tersebut benar‑benar terasa singkat,
hanya butuh sekitar tujuh menit untuk bisa tiba di tempat Orangutan bermukim
dari pos penjagaan utama.
Pandangan pertama saya melihat Orangutan di tempat ini adalah Orangutan yang bernama Bujang dan Ani. Kedua Orangutan ini tinggal dalam satu pulau buatan yang di desain layaknya hutan belantara. Lengkap banyak pepohonan dan rumputan hijau dan bangunan tiang beton sebagai tempat bergelantungan.
Pulau
ini tidak diberi batas tralis besi layaknya ruang penjara. Pulau dibatasi
sungai mini. Kondisi ini tentu saja Orangutan tidak kabur dari pulau buatan
ini, mengingat sungainya dianggap dalam oleh si penghuni, tidak mau mengambil
resiko tenggelam ke dalam sungai.
Secara
naluri pirmata, Orangutan tidak pandai berenang. Bagi Orangutan, alam air itu
sesuatu hal yang menakutkan, terkecuali dalam keadaan terpaksa, seperti ingin
mengindari daratan yang banyak predator atau mengambil makanan kesukaan buah
yang jatuh ke sungai.
Namun
biasanya, saat akan menceburkan diri Orangutan sebelumnya melakukan uji coba
melalui cara mengukur kedalaman sungai dengan menggunakan sebatang tangkai
pohon. Jika sungainya dianggap sangat dalam dan berarus kuat, maka Orangutan
menyingkirkan niatnya basah‑basahan ke sungai.
"Sungainya
ada buaya. Memiliki kedalaman dan berarus kuat, tentu Orangutan tidak berani
turun ke sungai," kata Halisa, perempuan betubuh mungil, yang waktu itu
mengenakan kaos putih dan bertopi hijau tua.
Orangutan
itu, tambah dia, primata yang tidak gemar berada di daratan. Lebih suka berada
di atas ranting‑ranting pepohonan yang besar dan tinggi. Sekalipun berada di
daratan, hanya sebentar untuk mencari minuman.
Setelah
dehidrasi hilang, Orangutan kembali lagi memanjat pohon. Sebagian besar
aktivitas Orangutan berada di pepohonan, termasuk tidur dan mencari makanannya.
Sekolahnya
Orangutan
Khusus
Orangutan yang berada di BOS Samboja Lestari, paling banyak tak lagi dianggap
normal. Naluri primatanya sudah hilang, tidak lagi tajam. Tidak heran saat saya
melihat perilaku Orangutan seperti Bujang yang ada di pulau itu sangat berbeda
dengan kehidupan asli Orangutan sesungguhnya.
Bujang
merupakan Orangutan blasteran antara Sumatera dan Kalimantan. Gerak‑geraiknya
lebih banyak menjelejah daratan, jarang sekali berada di atas pohon dan tampak
malas berjalan bergelantungan kesana kemari.
Saya
melihat si Bujang ini lebih sering duduk bersantai di daratan yang beralaskan
rumput liar, persis pinggir sungai. Gaya duduk si Bujang diam mematung, dengan
kepala yang selalu tertunduk ke bawah nampak seperti terkantuk.
Menurut
Halisa, si Bujang ini Orangutan yang sudah hilang kebinatangnya. Ini
diakibatkan pernah tertangkap manusia dan dijadikan objek hiburan sirkus di
Sumatera beberapa tahun silam. "Kami temukan di sebuah sirkus. Kami
langsung ambil untuk diselamatkan, lalu kami bawa ke tempat rehabilitasi
ini," tuturnya.
Cara berjalannya saja sudah berbeda, si Bujang lebih seperti manusia. Berjalan hanya menggunakan kaki dan kedua lengannya yang panjang diangkat. Serupa dalam pertunjukan sirkus, jalan si Orangutan Bujang disamakan dengan manusia.
Padahal
alamianya, kata Halisa, jalannya Orangutan itu menggunakan kaki dan tangannya
dengan membentuk tubuh membungkuk, tidak tegap seperti manusia. Karena itu, BOS
Foundation akan berusaha memberi pendidikan kepadanya, supaya bisa kembali lagi
seperti Orangutan pada umumnya.
Buat
yang ingin mencoba tidak ada salahnya mendatangi tempat ini. Kita bisa belajar
banyak dan melihat dinamika kehidupan para primata Orangutan secara langsung.
Apalagi belakangan ini populasi Orangutan mulai terancam punah.
Setidaknya
dengan menyaksikan Orangutan ditempat rehabilitasi ini bisa menyadarkan kita
semua, bahwa Orangutan sama halnya dengan kita. Berhak untuk hidup dan mendapat
tempat yang layak.
Mari kita jaga untuk turut melestarikan Orangutan, hentikan perusakan hutan sebab Orangutan merupakan makhluk yang ingin menempati bumi ini secara damai tentram sentosa.[1] (jongfajar kelana)
Mari kita jaga untuk turut melestarikan Orangutan, hentikan perusakan hutan sebab Orangutan merupakan makhluk yang ingin menempati bumi ini secara damai tentram sentosa.[1] (jongfajar kelana)
[1]
Koran Tribunkaltim, “Kawasan
Rehabilitasi Orangutan Samboja; Melihat Orangutan Secara Nyata,” terbit pada
Minggu 4 Juni 2017 di halaman 20 rubrik style Kaltim Pride.
Komentar
Posting Komentar