ABATE TAK EFEKTIF BASMI NYAMUK
DISKUSI PUBLIK MENGGAGAS BALIKPAPAN LEBIH BAIK (7)
Abate
Tidak Efektif Lagi Basmi Demam Berdarah
Kesuksesan
sebuah kota diukur dari tingkat kesehatan masyarakat. Semakin sakit warga
masyarakatnya, maka kota tersebut akan bangkrut ambruk, tiada lagi kehidupan yang
progresif dan inovatif. Balikpapan yang dinilai sebagai pintu gerbang
Kalimantan Timur masih menggelayut pada persoalan bidang kesehatan. Solusi
paling tepat mengatasi problematika kesehatan perlu adanya keterlibatan semua
pihak.
Saat
dalam diskusi publik bertajuk "Menggagas Balikpapan Lebih Baik" di
kantor Tribunkaltim belum lama ini terungkap, Balikpapan sebagai kota besar di
wilayah Kalimantan masih menghadapi batu ganjalan berbagai bencana penyakit. Di
antaranya demam berdarah dan diare.
Hal
itu diungkapkan, Hendrawan Silondae, pengurus Perhimpunan Sarjana Kesehatan
Masyarakat Indonesia wilayah Balikpapan, yang mengatakan, dari tahun ke tahun
demam berdarah selalu meningkat. "Kejadiannya selalu berulang terus,
berulang terus," ujarnya.
Berdasarkan
data yang dihimpunnya, pada tahun 2015 Balikpapan mengalami demam berdarah
sebanyak 2.145 kasus. Menginjak tahun 2016 hingga Oktober sudah tercatat demam
berdarah telah mencapai 3.549 kasus.
Kata
Hendrawan, penanganannya dianggap tidak prioritas, akibatnya penanganannya
tidak sempurna, masih terdapat kecolongan kasus. Ini terlihat setiap memasuki
puncak musim penghujan, penderita demam berdarah meningkat drastis.
Anak-anak sangat rentan terkena wabah demam berdarah (Jongfajar Kelana) |
Dia
melihat, penanganan demam berdarah hanya bersifat darurat, yang sifatnya
spontan tidak menyeluruh. Seperti di antaranya hanya sebatas memberikan obat
abate yang tidak efektif selesaikan persoalan, termasuk menggunakan mesin
pengasapan demam berdarah.
"Saya
dengar karena persoalan anggaran yang defisit. Penangannya disesuaikan dengan
anggaran, tidak maksimal. Awalnya anggaran Rp 106 miliar. Di APBD Perubahan
2016 hanya mendapat alokasi Rp 83 miliar," ujar Hendrawan.
Selain
itu, penyakit diare juga mengalami trend meningkat. Satu faktornya tingkat
kesadaran pendidikan kesehatan yang kurang baik. Apalagi rasio tenaga kesehatan
masyarakat di Kota Balikapan selama 9 tahun tidak ada penerimaan sarjana
kesehatan masyarakat.
Kesehatan
masyarakat lebih banyak dilakukan profesi lainnya seperti dokter. Tenaga
kesehatan masyarakat di Kota Balikpapan hanya berjumlah 10 orang, ini dianggap
kurang ideal.
"Saya mengetahui visi misi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Balikpapan yang ingin mewujudkan masyarakat yang sehat," tutur Hendrawan yang saat itu mengenakan jaket kulit hitam.
"Saya mengetahui visi misi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Balikpapan yang ingin mewujudkan masyarakat yang sehat," tutur Hendrawan yang saat itu mengenakan jaket kulit hitam.
Terdapat
teori dalam komunitas perkotaan, 85 persen merupakan orang sehat dan 15 persen
lainnya merupakan orang sakit. Menurutnya, mayoritas orang sehat ini perlu ada
pendampingan penuh dari tenaga kesehatan masyarakat, supaya bisa bertahan dan
kuat. Sedangkan orang yang sakit bisa dokter dan perawat.
Dia
menegaskan, solusi penyelesaian penanganan wabah penyakit tersebut perlu ada
keterlibatan seluruh masyarakat. Seperti halnya demam berdarah tidak hanya
mengandalkan petugas puskesmas dan pemerintah dinas keseahtan namun perlu warga
juga ikut terlibat.
"Kader juru pemantau jentik harusnya datang dari warga penghuni rumah masing-masing. Ini yang tidak terjadi pada kita," ungkapnya.
"Kader juru pemantau jentik harusnya datang dari warga penghuni rumah masing-masing. Ini yang tidak terjadi pada kita," ungkapnya.
Soal
kebersihan lingkungan, beberapa titik perkotaan Balikpapan masih juga belum
tertangani baik. Seorang mantan anggota legislator Balikpapan, Rochani
Askindar, menuturkan, dirinya masih melihat beberapa rumah warga yang berdiri
bebas di pinggir sungai. Lingkungannya kotor, kumuh, kurang indah. Kesehatan
lingkungan tempat tinggalnya tidak diperhatikan.
Sebaiknya
pemerintah kota harus berani bertindak untuk menertibkan. "Harusnya rumah
itu tidak membelakangi sungai. Harus menghadap ke arah sungai. Lingkungan harus
bersih supaya tidak jadi sumber wabah penyakit," tutur Rochani yang kala
itu mengenakan jilbab merah.[1]
( )
[1] Koran Tribunkaltim,
“Diskusi Publik Menggagas Balikpapan Lebih Baik 7; Abate tak Efektif Lagi Basmi
Nyamuk,” terbit pada Sabtu 10 Desember 2016 di halaman depan bersambung ke
halaman 11 rubrik tribunline.
Komentar
Posting Komentar