SEMANGAT GURU KONTRAK DAN HONOR
Gaji Susmi Selalu Telat
Dibayar
Dahulu Hayani Diupah
Lauk Pauk
Upahnya sebagai tenaga
guru kontrak tak pernah tidak, selalu telat dibayar. Tapi itu tak membuat Susmihara Azmi, 25 tahun, mengendurkan
semangat dalam menjalankan karir sebagai guru Sekolah Menengah Pertama Negeri 7
Tanjung Selor.
PEREMPUAN
yang belum menikah ini tetap merasa menikmati menjalankan profesi guru kontrak
di Tanjung Selor. Latar belakang pendidikannya yang jurusan keguruan matematika
di Universitas Mulawarman Samarinda, adalah bentuk awal tekad dirinya menjadi
seorang pendidik.
Gajinya yang
sering tidak dibayar tepat waktu, bukanlah menjadi alasan mendasar malas untuk mengajar.
“Status saya masih guru kontrak. Per bulan hanya dibayar Rp 1,875 juta. Barusan
saja, gaji bulan kemarin baru dibayar pada akhir bulan ini,” ungkapnya kepada Tribun di ruang guru, Rabu 25 November
2015.
Sebenarnya,
kata dia, bayaran guru kontrak lebih besar ketimbang saat masih berstatus guru
honor yang hanya digaji Rp 800 ribu per bulan, sebab guru honor dibayar oleh
pihak sekolah dengan pembayaran yang tepat waktu. Sementara yang kontrak
dibayar oleh Dinas Pendidikan.
Terjun
sebagai tenaga pengajar guru kontrak sudah dilakoninya sejak 2014. Susmi sudah
dua kali gagal tes guru pegawai negeri sipil. Namun dirinya tidak putus
semangat. Bagaimana pun keadaannya, Susmi tetap mau mengajar.
“Awal
mengajar sempat gerogi. Tidak terbiasa mengajarkan ilmu ke anak-anak. Kata
guru-guru yang sudah berpengalaman butuh kesabaran untuk menaklukan anak-anak,”
kata perempuan kelahiran Ujung Pandang ini, mengulangi perkataan nasehat dari rekan
kerjanya yang lebih senior.
Di lain
tempat, ada seorang guru PNS yang memiliki pengalaman honor di daerah
terpencil, Kampung Antal. Ialah Nur Hayani, 46 tahun, dimulai tahun 1990
sebagai guru honor yang tidak pernah digaji.
“Saya pergi
sendiri ke Kampung Antal. Bekerja jadi guru honor di Antal. Tidak digaji hanya
dikasih makan saja. Dikasih lauk-pauk ikan. Tempat tinggal menumpang masih
dengan Paman saya,” ujar ibu beranak tiga ini.
Mengajar di
Kampung Antal penuh dengan keterbatasan. Fasilitas infrastruktur pendidikan
minim, banyak anak-anak yang belum sadar akan pentingnya bersekolah. Nur
berperan menyadarkan ke anak-anak Antal untuk bersemangat menuntut ilmu,
sebagai bekal kehidupan.
Tidak sampai
setahun, Nur pun pindah lokasi. Memilih mengajar di Sekolah Dasar 015 Tanjung
Selor, Jalan Sabanar Lama, Kelurahan Tanjung Selor Hilir, Kecamatan Tanjung
Selor, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara. Waktu itu, status dia
masih sama sebagai guru honor, yang dibayar lumayan dari tempat sebelumnya.
“Saya ingat waktu
itu digaji Rp 300 ribu hanya tiga bulan sekali saja. Menurut saya waktu itu
bukan gaji tetapi upah makan minum,” ungkap perempuan kelahiran Salimbatu ini.
Namun kisah
pahitnya itu, tidak membuat Nur lupa diri. Posisi dia sebagai guru honor tetap
dilakukan sepenuh hati. Dia mengkau tidak banyak mengeluh, apalagi sampai
frustasi memilih mengundurkan diri.
Guru adalah
profesi yang disenanginya. “Saya memilih bekerja jadi guru karena sudah suka.
Mau kerja ikhlas sedikit dibayar tak jadi masalah,” katanya. Yang penting,
tegasnya, ilmu pendidikan keguruan yang didalaminya bisa berguna di tengah
masyarakat.
“Sampai di tahun
2006, barulah saya diangkat jadi guru PNS (Pegawai Negeri Sipil). Sebelumnya
saya sudah 10 kali gagal ikut tes guru PNS. Saya diterima PNS waktu pas anak
pertama saya lahir,” ujar wanita lulusan Sekolah Pendidikan Guru Tanjung Selor
ini.[1] ( )
[1]
Koran Tribunkaltim, “Semangat Guru
Kontrak dan Honor: Hayani Diupah Lauk-pauk,” terbit pada Kamis 26 November 2015
di halaman 13, rubrik Tribunetam.
Komentar
Posting Komentar