PILKADA SERENTAK KALTARA
Apa Bisa Bergaya Demokrasi Amerika
Matahari pagi muncul dari balik awan
putih perkotaan Tanjung Selor, Jumat 27 November 2015. Tanda-tanda alam ini
mengiringi kedatangan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, Husni
Kamil Manik, ke ibukota Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).
PRIA
kelahiran Medan itu datang ke
Tanjung Selor dengan tujuan berdialog bersama aktivis partai politik,
organisasi masyarakat, dan pemerintah daerah, membahas pelaksanaan Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) serentak.
Pelaksanaan
Pilkada adalah sebuah keharusan dalam praktek sebuah negara demokrasi yang
bernama Indonesia. Kecuali, tuturnya, zaman orde baru waktu itu
mengejewantahkan demokrasi setengah hati, kekuasaan pemerintahannya bercorak
otoriter.
“Hari ini
menang Pemilu. Maka di periode mendatang sudah bisa ditebak dia yang akan
menang lagi. Kalau zaman sekarang sudah tidak bisa diprediksi lagi,” tuturnya
yang digelar di ruang pertemuan lantai dua, Hotel Crown Tanjung Selor.
Sebenarnya,
pelaksanaan demokrasi itu tidak menyeramkan. Asalkan ada kedewasaan warga dalam
berdemokrasi dan taat pada aturan hukum, negara akan memancarkan kedamaian,
terhindar dari lubang kehancuran.
Dia
mengungkapkan, di Amerika orang pergi ke TPS dengan kesadaran sendiri walau
harus berdiri, antri memanjang. Di Indonesia, pemilih pergi ke TPS dan
tempatnya dijaga oleh polisi dan diberi tempat duduk.
“Kapan kita
bisa terbiasa dengan suasana demokrasi di Amerika, yang sudah dua setengah
abad. Apa mesti kita tunggu berabad-abad dahulu ? Kalau tunggu berabad-abad,
kita sudah tidak ada lagi disini,” ujar Manik.
Belajar
berdemokrasi dari negeri Paman Sam Amerika. Sepatutunya bisa dicontoh cara-cara
berdemokrasinya, yang menjunjung tinggi sportivitas. Berkaca pada pemilihan presiden
di Amerika, kedua kontestan bersikap bijak.
“Obama
menang, lawannya si Romney langsung bertemu Obama, mengucapkan selamat atas
kemenangannya,” kata Manik, yang sejak tahun 2008 sudah berkecimpung sebagai
Komisioner KPU Provinsi Sumatera Barat.
Berbeda di
Indonesia, kala itu di tahun 2014 saat pemilihan presiden, kedua pasangan calon
merasa paling unggul suaranya. Kedua kubu menganggap yang menang. Belum ada
pengumuman akhir penghitungan suara, kedua kubu sudah lebih dulu melakukan
pidato kemenangan.
“Merasa
menang. Saya bingung mana yang benar. Soalnya kedua kubu tidak tanya terlebih dahulu
ke KPU. Main langsung menang-menang saja,” canda Manik yang mengenakan kemeja
kuning berkerah motif batik merah.
Malik ingin
Kaltara yang notabene sebagai daerah
provinsi terbaru di Indonesia, diharapkan bisa menjadi rujukan dan contoh
teladan pelaksanaan Pilkada yang damai dan lancar. “Kalau sudah ada yang menang
itulah pemimpinnya. Saya berharap tidak ada lagi gugatan-gugatan di MK
(Mahkamah Konstitusi),” ujarnya.
Sebenarnya,
bila Pilkada di Kaltara berjalan sesuai rencana, berlangsung tertib lancar dan
adil, maka orang di seluruh Indonesia bahkan dunia, akan melihat Kaltara
sebagai daerah muda yang matang dalam berdemokrasi. “Pilkada berlangsung baik, akan
jadi tonggak sejarah bagi Kaltara. Akan menjadi keunggulan bagi daerah ini,”
imbuh Manik.[1]
( )
[1]
Koran Tribun Kaltim, “Manik Harap tak
Ada Gugatan di MK” terbit pada 28 November 2015, di halaman 18 rubrik Tribun
Kaltara.
Komentar
Posting Komentar