LAMIN ADAT DESA LONG BELUAH KALIMANTAN UTARA
Umurnya
Uzur Kondisinya Hancur
ANAK
tangga kayu yang menempel di tepian daratan semak-belukar menjadi ciri yang
familiar bagi keberadaan Desa Long Beluah. Pengalaman ini terekam Tribunkaltim ketika
mengunjungi tempat ini bersama rombongan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bulungan
pada Jumat 15 Mei 2015 lalu.
Mengenal lokasi Desa Long Beluah sangatlah mudah. Gerbang
masuk ke desa ini ditandai oleh gapura berukuran mini, yang membentuk atap
rumah. Desa ini berada di Kecamatan Tanjung Palas Barat, Kabupaten Bulungan,
Provinsi Kalimantan Utara.
Tiba di bumi Desa Long Beluah di pukul 09.11 Wita.
Mengatasnamakan Pemkab Bulungan, Liet Ingai sebagai Wakil Bupati Bulungan
datang ke desa ini, ditemani Cornelius Asisten Satu bidang Pemerintahan.
Saat rombongan datang disambut dengan ritual adat dayak
setempat. Kegiatan tersebut dalam rangkaian peresmian bangunan GKII (Gereja
Kemah Injili Indonesia) Desa Long Beluah.
Dari pintu masuk gapura desa menuju ke gereja, jaraknya
hanya dekat, bisa ditempuh dengan jalan kaki, sekitar setengah kilometer saja.
Namun, tidak jauh dari lokasi gereja GKII Long Beluah, persis di sampingnya,
berdiri sebuah bangunan kayu lamin adat warga setempat.
Saat mendekati rumah adat tersebut, daun pintunya yang
terbuat dari kayu tidak terkunci rapat. Masuk ke dalam ruangan, ternyata hanya
ada sekelompok anak-anak kecil yang bermain di dalam bangunan.
Interior lamin itu sangat luas. Di dalam ruangan tidak
ada perangkat kursi duduk dan hanya ada dua buah meja yang berada di bagian
dekat panggung mimbar. Warna mejanya pun terlihat kusam, seolah tidak terawat.
Oleh sebagian anak-anak, mejanya dijadikan tempat untuk duduk santai.
Pada bagian plafon rumah adat, sepertinya dalam kondisi
memprihatinkan. Terlihat ada beberapa bagian palfon yang papan tripleknya
terkelupas, bolong-bolong hingga bagian genteng sengnya terlihat.
Lainnya lagi di bagian lantai rumah adat tersebut yang
berlapis dari kayu ulin terlihat kotor. Debu tebal menempel di lantai rumah
adat itu. Sangat tidak nyaman, kebersihan lantainya tidak terjaga karena setiap
orang yang masuk ke rumah adat ini tidak mencopot alas kakinya.
Warna cat putih interior rumah adat itu juga sudah
luntur. Tidak seputih salju, warnanya agak kuning. Atmosfir yang dipancarkan
sangat tidak mencerahkan, kesannya serasa ‘mendung’.
Melihat kondisi itu, langsung menemui Yunus Luat, Camat
Tanjung Palas Barat saat usai mengikuti peresmian gereja. Pria bertubuh mungil
ini menjelaskan, kondisi rumah adat Desa Long Beluah memang sudah rusak,
semestinya harus diperbaiki segera, karena sudah lama dimakan jaman.
Berdasarkan catatan sejarah, bangunan rumah adat tersebut
didirikan pada tahun 2002. Semua bahannya berasal dari kayu ulin, kayu khas
bumi Kalimantan. Namun ketika memasuki tahun 2013, rumah adat sepertinya
mengalami masa uzur, bangunannya banyak yang rusak. “Rumanya sudah rusak.
Sekarang sudah jarang dipakai,” ungkap Yunus.
Bentuk lamin adat Desa Long Beluah Kecamatan Tanjung Palas Barat Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Utara ketika dilihat dari luar ruangan pada Jumat 15 Mei 2015 siang. (photo by budi susilo) |
Karena itu, melalui dana Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah tahun 2015, akan dikucurkan uang sebesar Rp 250 juta sebagai perbaikan
rumah adat. “Atapnya mau diganti. Bagian bawahnya lantai, palfon, tiang
penyangga, semua yang rusak akan diganti yang baru supaya bisa dipakai,”
katanya.
Menurut dia, keberadaan rumah adat Long Beluah sangat berguna.
Selama bangunan itu berkondisi baik, rumanya difungsikan sebagai sarana
pertemuan dan kegiatan musyawarah adat. “Acara-acara adat biasanya kami gelar
di rumah adat seperti syukuran panen raya,” tutur Yunus.
Dia berharap, apabila rumah adat Long Beluah sudah
kembali normal dan bisa digunakan tentu saja akan menggairahkan pariwisata
desa. Rumah adat akan sering digelar upacara adat supaya Desa Long Beluah
memiliki potensi wisata. “Akan banyak orang yang datang kesini, berwisata
melihat-lihat desa,” kata Yunus. ( )
SUMBER: Koran harian Tribunkaltim terbit pada Senin 25 Mei 2015 pada halaman 22.
Komentar
Posting Komentar