TANJUNG SELOR BANJIR 5 | KABUPATEN BULUNGAN | KALIMANTAN UTARA
Catatan Kamis
12 Februari 2015
Berendam di air banjir rasanya dingin-dingin hangat. Maklum, namanya juga air banjir, sudah tercampur berbagai hal zat-zat cair yang penuh ragam. Untung saja, kulit saya telah ‘berevolusi’, sudah kebal, tidak lagi mengalami gejala gatal-gatal.
Bangun tidur di pukul 4.59 Wita karena tubuh kedinginan.
Maklum tidur di ruang alam terbuka wifi.id corner telkom. Seluruh badan
lengket, bau baju pun sudah tak sedap. Sudah dua hari, sejak Selasa 10 Februari
2015, air bersih belum membasahi tubuh.
Kangen dengan kosan, saya pun mencoba untuk melihat
secara langsung seperti apa kondisi kosan saya. Sejak Selasa saya belum pulang
kosan, tidur menggelandang di tempat-tempat darurat.
Air masih tinggi kala itu. Gedung Penjabat Gubernur
Kalimantan Utara masih tergenang, begitu pun kantor Dandim Bulungan sama-sama
terendam air, setinggi sekitar 90 centimeter.
Sebagian orang ada yang menggunakan perahu ketinting
sebagai alat transportasi, tetapi kalau saya sendiri lebih baik berjalan kaki
terobos genangan air banjir, menuju ke kosan saya yang ada di Jalan Rambai
Padi, Kelurahan Tanjung Selor Hilir, Kecamatan Tanjung Selor, Kabupaten
Bulungan.
Berendam di air banjir rasanya dingin-dingin hangat. Maklum, namanya juga air banjir, sudah tercampur berbagai hal zat-zat cair yang penuh ragam. Untung saja, kulit saya telah ‘berevolusi’, sudah kebal, tidak lagi mengalami gejala gatal-gatal.
Jalan kaki mendobrak air banjir yang tinggi di Tanjung
Selor baru pertama kali ini. Perjalanan menuju kosan saya lumayan jauh, dari
kantor telkom ke kosan saya, daya tempuhnya berjarak sekitar tiga kilometer.
Selama perjalanan pulang, saya melihat banyak rumah-rumah
warga, perkantoran, dan rumah ibadah ikut terendam. Penghuni rumah mengungsi,
sepi seakan seperti kota mati.
Selang beberapa puluh menit, saya tiba di kosan.
Subhanallah, kosan saya ikut terendam banjir juga, hingga mencapai 50
centimeter. Dalam sejarahnya, kata pemilik kos, belum pernah diterjang banjir
setinggi itu, ini merupakan pencapain rekor tertinggi.
Kamar saya sendiri tidak terendam banjir sebab kamar saya
berada di lantai dua. Pokoknya Alhamdulillah, bisa terkendali, kamar tetap
bersih dan barang-barang aman tanpa terhanyut.
Nasib penghuni kosan yang ada di lantai dasar, terpaksa
mereka mengungsi ke lantai atas. Mereka membawa barang-barangnya ke atas semua,
tidurnya pun di lorong jalan kosan lantai dua, benar-benar tanggap darurat deh.
Setiba di kamar kosan, sekitar jam 8 pagi, saya kembali
melanjutkan tidur, sebab mata masih terasa terkantuk, maklum waktu saya tidur
di telkom sangat tidak pulas, banyak gangguan-gangguan yang membuat tidur saya
tidak nyenyak kala itu.
Saya berbaring langsung di atas kasur, tidur sampai
berjam-jam, bangun tidur pada pukul 13.00 Wita. Waktu bangun tidur tidak sempat
lagi untuk mandi, saya lanjutkan kembali aktivitas di luar, berburu informasi
dan gambar-gambar foto terkini.
Saya merencanakan perjalanan ke daerah Jalan Katamso
Gedung dengan melewati Jalan Rambai Padi, Jalan Rambutan, dan Jalan Sengkawit.
Saya berjalan kaki tembus genangan banjir, tidak naik perahu ketinting. Menuju
ke Jalan Katasmo sendiri, berjalan kaki terbilang jauh sekali jaraknya.
Alasan ke Jalan Katamso karena saya ingin naik ke atap kantor
Damkar Tanjung Selor. Gedung baru ini belum berfungsi sebagai kantor, sebab
masih dalam proses pembangunan, mungkin 40 persen lagi akan rampung, baru bisa
digunakan.
Markas pasukan penakluk si jago merah ini tidak terkena
banjir, sebab daratannya dibuat tinggi, sehingga air pun tidak mampu
menggerayangi daratan gedung ini.
Setiba di depan gedung Damkar itu saya memberanikan diri
masuk ke ruang dalam. Tampak ada juga beberapa orang yang menjadikan tempat ini
sebagai lokasi pengungsian.
Saya masuk ke dalam bangunan itu, dan naik sampai ke
lantai tiga. Terlihat ada satu dua orang yang masih bekerja menyelesaikan
pembangunan gedung Damkar itu. Saya ijin kepada seorang pekerja tukang, dan
saya diperbolehkan naik ke lantai teratas.
Untung saja, di lantai tiga ini terdapat tangga kayu.
Tangga ini saya manfaatkan untuk sarana menuju ke atap yang paling puncak.
Cukup meneganggkan, menaiki anak tangga sambil menggendong beban tas yang
lumayan berat.
Tidak berselang lama, saya pun berhasil sampai di puncak.
Berada di atap teratas gedung Damkar, saya bisa memandangi secara luas Tanjung
Selor juga Kecamatan Tanjung Palas.
Wow, ternyata bencana banjirnya memang besar. Tampak
sepanjang Jalan Katamso sampai di Jalan Sudirman tertutup genangan air banjir
yang berwarna coklat.
Kota seakan tenggelam. Pembatas tanggul Sungai Kayan pun
sudah tidak lagi terlihat, sebab daratan tanah Jalan Katamso sudah tidak bisa
lagi terlihat. Jalanan laksana hamparan air susu coklat, jalanan air banjir
menjadi karpet jalanan.
Setelah saya puas mengambil gambar dari tempat ketingian,
saya pun langsung mencari perahu ketinting, naik ojeg ketinting menuju ke arah
lapangan Agatis komplek kantor Gubernur Kalimantan Utara dengan mengeluarkan
kocek sebesar Rp 25 ribu.
Saya bukan pulang ke kosan atau ke tempat pengungsian,
tetapi saya pulang ke kantor telkom. Seperti biasa di tempat ini saya
berselancar internet, mengirim data-data ke kantor berita Tribunkaltim. Untungnya di kantor telkom, aliran listrik tetap
menyala karena menggunakan mesin genset, dan jaringan internetnya pun lumayan
kencang. ( )
Komentar
Posting Komentar