PENGRAJIN PERAHU TANJUNG SELOR

Pemesan Kapalnya Sampai Dari Malaysia

 

Berada di bawah terpal plastik biru, tampak terlihat enam orang sibuk membuat perahu klotok. Setiap harinya enam orang ini kompak menyelesaikan perahu pesanan orang. 

Tempat bengkelnya hanya di pinggiran Sungai Kayan, di bilangan Jalan Katamso, tetapi mereka semua tidak luntur semangatnya membuat perahu, bahkan tak tanggung-tanggung pemesannya ada yang dari negeri jiran Malaysia. 

“Kami hanya tugas membuat. Kalau ada yang pesan kami buat. Sekarang kami lagi buat dua buah perahu klotok. Pemesannya ada dari Nunukan dan Sabah Malaysia,” kata Mahfud Te (45) ketika bersua pada Minggu 1 Februari 2015.

Dia tidak sendiri, ada lima pekerja yang juga membuat, yakni Jumri, Ridwan, Samsinar, Mustamin, dan Syamsudin. Mereka ini datang dari Kalimantan Selatan, hijrah ke Tanjung Selor sejak tahun 1980, menjadi pekerja seni pembuat perahu klotok.

“Biasanya kalau tidak hujan kami bisa selesaikan dengan cepat. Paling cepat butuh waktu tiga bulan membuat perahu klotok besar,” ungkap Mahfud.

Bengkel mereka tidak representatif sebab berada di pinggiran Sungai Kayan dan hanya beratapkan terpal. Jika hujan deras dan angin kencang mereka berhenti bekerja. Begitu pun kalau air sungai sedang pasang, bengkelnya terendam air, terpaksa mereka meliburkan diri.

“Enaknya kalau disini, kalau perahu sudah rampung mudah sekali untuk melajukan perahu, tinggal di dorong saja langsung ke sungai. Tidak perlu repot lagi angkat-angkat ke sungai,” ujar Mahfud yang dalam hal ini kapasitasnya dianggap sebagai pimpinan kelompok.

Perahu klotok buatan mereka diambil dari bahan kayu ulin dan sebagai bahan perekat lapisan tubuh kapal menggunakan bahan alamiah berupa kulit kayu gelam. Dijamin buatan mereka awet sampai puluhan tahun. 

Untuk satu perahunya, dia membutuhkan 8 kubik kayu ulin. Kalau sudah jadi, perahunya mampu mengangkut beban sampai 30 ton.

Samsinar yang mengenakan kaos lengan panjang biru sedang membuat paku-paku perahu di bengkelnya yang berlokasi di pinggiran Sungai Kayan Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara (photo by budi susilo)

Ia menceritakan, berdasarkan pengalaman, perahu yang dibuat dari kayu ulin akan tahan lama dibandingkan dengan perahu yang berbahan plastik fiber atau dari bahan kayu selain ulin. 

“Saya berani kasih jamin selama 10 tahun. Kalau belum rusak sampai 10 tahun, saya masih bisa bertanggungjawab,” kata pria kelahiran Banjarmasin ini.

Pekerja lainnya, Samsinar (39), yang bertugas membuat paku perahu menjelaskan, untuk merekatkan papan badan perahu klotok membutuhkan 5 ribu paku kayu dari ulin. “Pakunya untuk menyambung satu papan dengan papan yang lain, tidak bisa pakai paku besi atau baja anti karat,” ujarnya.

Alasan menggunakan paku dari kayu agar awet sepanjang masa dan ringan di perairan. “Saya buat potongan kayu ulin menyerupai paku-paku sebesar jari jempol orang dewasa,” katanya. 

Itulah karya pekerja seni perahu klotok asal Tanjung Selor. Meski penuh dengan keterbatasan, tak membuat mereka menyerah begitu saja. Mereka tetap mau berkarya, membuat perahu klotok ala Tanjung Selor, semoga karya mereka terus tersohor di segala penjuru nusantara dan dunia. ( )

Terbit: Koran harian Tribun Kaltim pada Kamis 5 Februari 2015 halaman 23.