DUA DESA TANJUNG SELOR HULU | KALIMANTAN UTARA
Abrasi Melanda Dua Desa
ARUS aliran Sungai Kayan siang itu, Senin 2 Februari
2015, agak deras. Saya mencoba ikut rombongan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Kabupaten Bulungan Komisi III yang berjumlah enam orang, untuk mengunjungi
Desa Tanjung Rumbia dan Desa Buluperindu.
Untuk mencapai lokasi kedua desa tersebut menggunakan
transportasi air, menggunakan perahu speedboat.
Tujuan melihat ke tempat tersebut karena ada kabar kalau kedua desa tersebut
terancam abrasi sungai.
Kami berangkat dari Pelabuhan VIP Tanjung Selor, pada
pukul 11.20 Wita. Di dalam perahu tersebut juga ada teman jurnalis lainnya,
yakni Viktor Ratu dari media cetak Koran Kaltara dan Iin Maysaroh, berasal dari Bulungan
Post yang tiap harinya
melakukan peliputan di seputaran gedung wakil rakyat Kabupaten Bulungan.
Perjalanan saat itu agak menegangkan, sebab ukuran perahu
speedboat yang digunakan agak kecil, sehingga bila melawan arus sungai
goyangannya akan sangat terasa. Bagi yang belum terbiasa, akan terasa deg-degan.
Untuk menuju ke dua desa itu tidak jauh. Hanya sekitar 10
menit dapat dijangkau. Kami melewati beberapa daerah, seperti di antaranya
melewati Jembatan Meranti yang pembangunannya belum rampung.
Tidak jauh dari jembatan Meranti juga ada lahan yang
sedang dibangun sebuah pembangkit listrik tenaga gas. Proyek ini awalnya untuk
pembangkit listrik tenaga uap namun rencana diubah ingin pembangkit tenaga gas.
Proyek ini merupakan sokongan dari Perusahaan Listrik
Negara, tetapi nasib pembangunannya sampai sekarang belum kelar, masyarakat
belum bisa menikmatinya.
Kemudian kami berlanjut dan tidak selang beberapa menit,
perahu kami tiba persis di depan daratan Desa Tanjung Rumbia, tetapi kami tidak
menepi. Kami hanya mengamati desa dari perairan sungai.
Saya melihat pengadaan jalan setapak yang terbuat dari
kayu di pinggiran desa itu sudah mulai roboh, tak lagi berfungsi akibat dari
abrasi sungai. Padahal kalau dipikir, sebenarnya jalan tersebut bermanfaat bagi
warga yang ingin berlalu-lalang dari satu rumah ke tetangga lainnya dan berguna
juga untuk sarana dermaga bagi mereka yang ingin menggunakan transportasi air
lewat jalur sungai.
Usai puas melihat desa itu, kami berlanjut ke Desa
Buluperindu. Untuk menempuh desa ini, rombongan kami harus melewati Sungai
Selor, sebuah sungai buatan warga yang sekarang ini mulai dibilang dangkal.
Tetapi perahu mini kami tetap bisa melaju tanpa kendala, meski pun harus jalan
perlahan-lahan.
Sungai Selor kondisinya sudah banyak ditumbuhi eceng
gondok, ‘sampah-sampah’ berupa batangan kayu. Dipinggiran masih tampak rimbun,
maka tak heran saya pun masih bisa melihat seekor burung bangau terbang dan
kemudian menclok di rimbunan pohon.
Desa yang kami datangi masih berada di Kelurahan Tanjung
Selor Hulu Kecamatan Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, provinsi Kalimantan
Utara. Letak kedua desa memang persis berada di pinggiran anak sungai Kayan.
Setiba di depan Desa Buluperindu, kami melihat kondisi
pinggiran daratan desa hanya dihalangi kayu-kayu besar yang berfungsi untuk
menahan abrasi sungai. Keberadaan glondongan kayu pohon itu hanyalah sementara,
untuk meredam keganasan abrasi.
Di dalam perahu kami, ada juga Abdurahman Salim (62),
seorang warga Desa Buluperindu yang ikut dalam rombongan. Dia mengungkapkan,
desa mesti dibangun tanggul beton agar saat sungai pasang tidak mengalami
abrasi.
“Kalau arus airnya sedang mengalir kencang, sering
terjadi abrasi. Kalau dibiarkan terus-terusan begini, desa kami bisa habis
daratannya,” ungkap Salim, yang saat itu mengenakan kemeja merah.
Selama ini, di kedua desa tersebut masih sepi penduduk,
tidak seramai yang ada di pemukiman penduduk di daerah Tanjung Selor. Namun
katanya, dia pun memprediksi desa ini jumlah penduduknya dari tahun ke tahun
semakin bertambah.
“Kita jaga-jaga saja. Bangun sekarang, jangan tunggu
bencana dulu baru bertindak,” kata Salim, yang dianggap sebagai tokoh
masyarakat Desa Buluperindu ini.
Selain itu juga, di darata desa tersebut juga sedang
dibangun jembatan besar. Jika tidak segera dibuat beton tanggul maka akan mempengaruhi
kondisi jembatan juga. “Bisa-bisa jembatan akan roboh. Sayang kalau sampai
roboh, buang-buang uang saja,” katanya.
Karena itu ia bersama warga berharap, pemerintah
Kabupaten Bulungan mau membangun beton tanggul agar desanya tidak mengalami abrasi.
“Kalau sungai lagi meluap kadang air juga sampai mau mendekat ke rumah warga,”
ujarnya.
Menanggapi hal itu, Najamuddin Ketua Komisi III DPRD
Bulungan mengatakan, aspirasi warga desa itu akan ditindaklanjuti. Karena itu,
butuh studi lapangan terlebih dahulu, sejauhmana kebutuhannya. “Ya kalau memang
nanti kami lihat itu penting, kami akan perjuangkan,” ujarnya.
Pastinya, kata Najamuddin, pembangunan infrastruktur desa
itu harus masuk dalam prioritas program kerja dari pemerintah kabupaten.
“Pembangunan itu penting. Nanti kita akan panggil pemerintah, agar bisa
melakukan langkah konkrit,” tegasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bulungan,
Hasan Pemma, mengatakan, pembangunan infrastruktur tidak semudah yang
dibayangkan. Mestinya harus ada aspirasi yang disalurkan melalui badan
musawarah desa.
“Teknisnya nanti disampaikan lagi ke kecamatan. Dari
kecamatan, baru dibawa lagi ke musrenbang daerah kabupaten,” ujarnya.
Ia menegaskan, pembangunan tanggul tidak boleh
berdasarkan keinginan segelintir orang saja, tetapi aspirasinya harus berangkat
dari keinginan mayoritas ke dua desa tersebut.
“Saya belum mau
comment, apakah saya setuju dengan pembangunan tanggul itu, atau tidak
setuju dibangun. Saya sekarang tidak mau berkomentar dulu,” kata Hasan.
Menurutnya, secara ilmu teknik sipil, pembangunan tanggul
beton tidak semudah membalikkan telapak tangan karena butuh studi lapangan
terlebih dahulu. Jangan sampai mengambil jalan secara instan.
“Jangan asal membangun saja, tetapi kita mesti lihat dulu
bagaimana kondisi alamnya. Membangun itu mengeluarkan uang banyak, kalau
hasilnya sia-sia akan mubazir,” ujar Hasan, yang mengekspresikan petuah
bijaknya. ( )
Komentar
Posting Komentar