OTONOMI KHUSUS KALIMANTAN TIMUR

Otsus Kaltim Itu Untuk Siapa Sih


KETIKA Minggu pagi, 4 Januari 2015 lalu, saya berjumpa dengan seorang tukang parkir di Pasar Klandasan Kota Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim). Dia bernama Usman, umurnya masih muda, 20 tahun. 

Sambil berdiri, badannya yang kecil itu disandarkan ke tubuh mobil model kapsul yang sedang ditaruh di lahan parkir Pasar Klandasan. Saya pun menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengannya.

“Kamu tahu Otsus,” tanya saya. Dia pun menjawab dengan bahasa tubuhnya dengan menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian saya tanyakan kembali ke dia. “Kamu pernah dengar kata Otsus.” Jawaban dia sama, “Tidak pernah!.”

Rasa penasaran saya pun masih besar terhadap dia. Saya pun melontarkan kembali pertanyaan yang bertema sama, “Kalau Otsus tidak tahu, lalu kalau sosis apakah kamu tahu ?.”

Dengan singkatnya, Usman menjelaskan, “Sosis saya tahu, yang panjang, panjang itu kan. Yang bisa dimakan,” jawabnya dengan kalimat singkat dan padat. 

Seorang pengendara sepeda motor yang berbaju sebuah partai politik melintas di depan spanduk bertuliskan dukungan Otonomi Khusus di pagar RSUD Kanujoso Djatiwibowo pada Jumat 3 Januari 2015. (photo by budi susilo)

Padahal tidak jauh dari Usman, persis di belakang badannya, jarak sekitaran selemparan batu, terbentang spanduk mencolok merah membawa pesan dukungan Otsus pada Kaltim. 

Hal serupa dengan Ari Chandra (21), yang saya temui di daerah Gunung Samarinda Baru ini masih polos, tidak tahu apa itu Otsus. Pria bertubuh pendek besar ini lebih paham Osis, ketimbang Otsus. 

Mereka itu contoh sebagian warga negara Republik Indonesia, yang tinggal di Kota Balikpapan. Mereka merasa asing dengan yang berbau Otsus. Mereka mengira, apa pun itu dinamikanya kehidupan di Kota Balikpapan masih merasa tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, dari satu kepala daerah ke kepala daerah lainnya, ya begitu saja. 

Di Kota Balikpapan, harga kebutuhan pangan melangit, sangat mahal ketimbang dibandingkan dengan harga-harga makanan dan minuman di pulau Sulawesi seperti di antaranya Kota Manado, Kota Gorontalo, apalagi dengan harga yang berlaku di pulau Jawa.

Belakangan, Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi menaruh hati pada Otsus. Atas nama daerah Kota Balikpapan, Rizal menegaskan, mendukung penuh upaya Kaltim untuk mendapatkan perlakuan khusus. 

Katanya, Kota Balikpapan itu bagian dari provinsi Kaltim, sudah sewajarnya mendukung Otsus. Dia mengharapkan, dengan adanya Otsus, daerah Balikpapan dijanjikan akan mendapat cipratan untung. 

Nah, sebenarnya Otsus itu untuk siapa ? Seberapa penting bagi kemajuan daerah Kaltim, termasuk bagi Kota Balikpapan. Kalau toh, Otsus itu hanya untuk segelintir elit politik dan aparatur semata, itu sama saja mencelakakan rakyat Kaltim sendiri.

Otsus berangkat dari anggapan adanya ketidakadilan ekonomi. Kaltim yang punya sumber daya alam melimpah, seperti di antaranya sumber migas Blok Mahakam, ingin kekayaannya dikelola penuh dan ingin meraup rupiah yang lebih melimpah.

Selama ini dinilai, Kaltim tidak dapat merasakan ceruk manis kekayaan alamnya secara penuh. Kabar yang beredar, Kaltim mampu setor uang devisa hingga ratusan triliun, namun yang bisa dirasakan di daerah Kaltim hanya puluhan triliun saja.  

Okelah, kalau pun memang benar Kaltim ingin menjadi provinsi termaju, terbesar, terkemuka, dan uangnya bisa berdaya guna, tentu saja perlu tekad perubahan !

Yakni, bertekad membangun infrastruktur secara mapan dan digunakan sebesar-besarnya untuk belanja yang produktif, seperti halnya belanja di bidang kesehatan dan pendidikan. 

Bukan sebaliknya, dipakai sebesar-besarnya untuk belanja pegawai dan menambah pundi-pundi rupiah elit politik. Supaya apa sih? Ya, tentu saja agar tak ada lagi terdengar ungkapan-ungkapan yang pernah dilemparkan oleh pentolan lembaga anti rasuah, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Abraham Samad, yang pernah berkata, para pejabat di Kaltim itu tamak-tamak. ( ) 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I