MENGINJAK BUMI KALIMANTAN UTARA


Terbang Menuju Tanjung Selor

FAJAR mulai terbit pada Sabtu 10 Januari 2015. Hari inilah, momen yang bersejarah buat saya, untuk menuju ke Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, yang masuk sebagai provinsi yang ke 34.

Saya menuju ke Tanjung Selor persis di penanggalan jawa Mulud 19 Wage, atau di penanggalan hijriah 19 rabiulawal. Pergi ke Tanjung Selor saya menggunakan jalur udara dan disambung lewat jalur air. 

Karena saya berawal dari Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, maka saya pun naik pesawat dari Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sepinggan Balikpapan. 

Pergi ke bandara sekitar jam setengah sepuluh pagi lewat. Saya diantar sobat yang baik hati, Ahmad Sodiq. Menggunakan sepeda motor bebeknya, saya bisa sampai ke bandara datang lebih cepat. 

Ketika menginjak daratan bandara, saya pun langsung bergegas menuju ke ruangan check in pesawat Lion Air jurusan ke Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Saat itu jam masih menunjukan pukul 10.00 Wita.

Penerbangan lewat bandara Sepinggan tidak ada yang langsung ke Tanjung Selor. Penerbangan harus terlebih dahulu ke Kota Tarakan, baru kemudian dilanjutkan ke transportasi air jurusan Tanjung Selor, Kabuapten Bulungan.

Pesawat saya terbang persis pada pukul 11.15 Wita. Alhamdulillah pesawat berjalan sukses tanpa terkendala delay atau pun pembatalan terbang. 

Di dalam pesawat saya dapat duduk bangku bagian ekor pesawat. Saya dapat jatah duduk di bangku 38F, berdekatan dengan kaca jendela pesawat. 

Karena itu, saya bisa puas memandangi alam luar Kalimantan, yang banyak dihiasi tanah-tanah berlubang akibat kegiatan tambang, liak-liuk sungai, dan beberapa hijau pepohonan dan lautan pulau Kalimantan.

Perjalanan dari Kota Balikpapan ke Kota Tarakan hampir memakan waktu satu jam. Saya tiba di Bandar Udara International Juawata Tarakan pada pukul 12.10 Wita. Alhamdulillah, pesawat mendarat dengan anggunnya.

Berhubung Bandar Udara Juawata Tarakan sedang berproses membangun, maka semua para penumpang yang mendarat di tempat ini diarahkan ke bagian bangunan bandara yang lama. 

Pelayanannya pun belum bertaraf international, masih dalam kondisi darurat. Tak heran saat melakukan pengambilan barang bawa, semua penumpang diwajibkan memasang rasa sabar, harus menunggu berjam-jam di ruang pengambilan bagasi.

Panorama daratan Kalimantan Utara yang dihiasi garis likak-likuk sungai berwarna air coklat pada Sabtu 10 Januari 2015. Kawasan ini sangat berdekatan dengan perairan laut. Foto diambil dari atas udara dengan mengguankan pesawat terbang. (photo by budi susilo)

Terlihat saat itu, puluhan orang, campur baur pria dan wanita menyemut ke bagian pengambilan barang bagasi di Bandar Udara Juwata Tarakan. Mereka-mereka ini adalah penumpang pesawat dari berbagai jurusan.

Ada seorang wanita, penumpang Lion Air asal Yogyakarta mengeluh. “Mas, saya mau ke luar ruangan mau mengambil barang saya disitu,” ujarnya kepada Yasintus, petugas dari Lion Air. 

Tapi tanggapannya adalah, “Tunggu dulu saja mbak disitu, nanti kami mau taruh semuanya,” jawab Yasintus, dengan tegasnya.  

Sekedar diketahui, Bandara ini, didukung oleh Kementrian Perhubungan Republik Indonesia untuk dijadikan sebuah bandar udara international kelas satu.

Karenanya, sementara ini, ruang pengambilan bagasi baru satu buah saja. Masih dicampur dari berbagai jurusan. “Terjadi antrian panjang, penumpang harus maklum, bandara masih dibangun,” jelas Arafiq Sukadanu, petugas bandara Juwata. 

Hampir satu jam lebih saya menunggu barang bagasi, ya tapi buat saya pribadi, tak menjadi masalah, mengingat saya pergi ke Tanjung Selor kabupaten Bulungan tidak dalam rangka mengejar waktu.

Perjalanan saya lanjutkan. Atas informasi teman saya, perjalanan harus disambung lewat jalur air, naik ke pelabuhan speedboat Tengkayu Satu, Kota Tarakan. 

Saya keluar bandara mencari-cari alat transportasi menuju pelabuhan speedboat. Ini pengalaman baru saya, belum terlalu menguasai medan. Saya ditawari seseorang yang dugaan saya pelaku taxi plat hitam. 

Saya ditawari jasa antar ke pelabuhan dengan tarif Rp 65 ribu per orangnya. Tapi saya kurang cocok, saya tawar Rp 30 ribu dia tidak mau. Akhirnya saya kembali lagi ke pintu keluar bandara, melihat ada loket taxi berpelat kuning.

Ternyata sama saja tarifnya, kena harga Rp 65 ribu per orangnya. Bedanya, taxi ini berplat kuning dan ada kuitansi berlabel Taxi Bandara Juwata Tarakan Koperasi Pegawai Negeri Avia Jasa.    

Namun sang penjual tiket beralasan, nanti saya akan digabung dengan penumpang lain, mengingat jumlah taxi terbatas. Ya sebenarnya, saya pribadi kurang puas kalau cara model pelayanan seperti ini. 

Model mobil kendaraan umum taxi di bandara Juwata Kota Tarakan Kalimantan Utara pada Sabtu 10 Januari 2015. Mobil taxi di Kota Tarakan tidak ada merek produk taxi. Sifatnya pun tidak menggunakan argo tetapi tarifnya lebih kepada harga baku atau lewat tawar-menawar harga. (photo by budi susilo)
Jelas-jelas saya sudah bayar, seharusnya taxi hanya mengangkut saya sendiri, dan taxi harus segera berangkat, tanpa harus digabung dengan penumpang lain. Yah, pasang rasa sabar lagi nih !

Kemudian saya diantar supir taxi ke mobilnya berjenis sedan merah merek KIA. Dan betul, usai mengantar saya ke mobilnya sang supir taxi melanjutkan aktivitasnya mencari penumpang. Dia sempat menunda perjalanan lima menit.
Saya pribadi maunya naik langsung berangkat, tanpa harus menunggu penumpang lain yang bareng pergi ke pelabuhan. 

Tapi nasib berkata lain, supir taxi yang terlihat sibuk mencari penumpang ternyata tak membuahkan hasil, akhirnya dia langsung berangkat mengantar saya, seorang diri ke pelabuhan Tengkayu.   

Di tengah perjalanan, untuk mengisi waktu menuju ke pelabuhan, saya sempatkan diri untuk mengobrol dengan sang supir taxi, yang masih terbilang berumur muda. 

Supir yang punya ciri fisik tinggi badan dan berambut lurus ini bukanlah orang Kota Tarakan asli. Dia adalah seorang perantau dari Bugis, Sulawesi. Dia sudah hampir dua tahun menekuni profesi supir taxi berplat kuning.

Mobilnya sudah tua tapi masih berfungsi, enak dibuat jalan. Bagian interior memang sudah kusam, namun mesin penyejuk udaranya tetap berjalan normal, hembusan hawa sejuk AC masih bisa dirasakan. 

Warna mobilnya yang merah sudah agak pudar, tapi tetap dapat terlihat sangar, kuat melintas di medan jalan Kota Tarakan. Itu bukan mobil miliknya, dia hanya bertugas sebagai buruh supir, hasil uang sewanya disetorkan kepada pemilik mobil taxi tersebut. 

Hampir menghabiskan waktu 40 menit untuk tiba di pelabuhan speedboat dermaga Tengkayu Satu. Yang penting buat saya, tiba dengan selamat itu sangat bersyukur besar, ucapkan alhamdulillah. ( )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I