TRIBUN KALTIM KEBANJIRAN NGILMU NGONLINE
Tribun
Kaltim Kebanjiran Ngilmu Ngonline
RUANG pelatihan jurnalistik
di kantor Tribun Kaltim Jalan Indrakila Kota Balikpapan, Kalimantan Timur tidak
seperti biasanya mendadak ramai manusia, pada Kamis 18 Desember 2014.
Suasana ini begitu terasa,
saat jarum jam dinding di ruangan ini menunjukan sekitar angka 13.00 Wita. Ruangan
yang dilengkapi fasilitas layar projector ini, pasalnya juga didatangi oleh para
personel divisi lainnya.
Seperti diantaranya, ada
redaktur pelaksana Tribun Kaltim, Pak Priyo Suwarno dan Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim yang dijabat
Bang Domu Ambarita, serta orang-orang dari divisi Marketing Tribun Kaltim, yang
sebagian besar berjenis kelamin pria. Pahit deh, gue gak bisa cuci mata, hahaha
Puluhan kursi di ruangan itu
terisi, tak ada yang tersisa kosong, bahkan sampai ada yang mau rela berdiri
tidak kebagian tempat duduk. Yah, mirip-mirip situasi bus-bus PPD di Kota
Jakarta gituh deh, apes deh luh. He he he
Sebenarnya, selama pelatihan
jurnalistik, terhitung sejak 15 Desember 2014, yang mengisi ruangan meeting Tribun Kaltim hanyalah diisi
para serdadu garis terdepan Tribun Kaltim seperti gue ini.[1]
Seru juga sih, soalnya bahasan
pelatihan yang disampaikan pemateri dalam momen kali ini mengambil tajuk Media
Masa di Tengah Fenomena Ngonline.[2]
Secara tidak langsung, buat
reporter seperti gue ini, ilmunya sangat bermanfaat, mengingat tantangan ke
depan, peradaban manusia itu tidak akan terlepas dari santapan internet,
layaknya ramalan dari Steve Jobs di tahun 1985 lalu.
Sebagai suhunya di bidang
ini, adalah mas Dahlan Dahi. Walau orangnya bertubuh pentilan, tapi sosok pria
ini merupakan pentolan di Tribun Timur, Sulawesi Selatan. Kalau di lingkungan
pasar inpres, mas Dahlan ini, bisa masuk komoditi cabe-cabean rawit,
kecil-kecil tapi pedas, hebat, nan lincah.
Ini dibuktikan oleh beliau,
ketika menjelaskan pengetahuan apa itu media sosial yang kini fenomenanya
sedang menggurita di kehidupan masyarakat kota desa, dan kalangan para pemuda.
Bang Dahlan Dahi sedang memberikan materi mengenai news online di ruang meeting kantor Tribun Kaltim, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. (photo by budi susilo) |
Penjelasan Bang Dahlan tidak
setengah-setengah. Semuanya, baik itu situs berita-berita online, media sosial
seperti di antaranya Blogging, Twitter,
Facebook, Line, Linked, Yahoo, dikuliti habis-habisan, dijelaskan secara
gambalang, sehingga mereka yang menyimak memperoleh pencerahan.
Dalam penyampaian materi,
yang berjam-jam lamanya, ada beberapa kalimat nasehat yang menjadi benang merah buat gue, dan buat mereka
yang terjun ke dunia jurnalisme.
Petuah-petuah mas Dahlan yang
tak akan pernah gue hilangkan dari pikiran, adalah kutipan “Jangan salahkan ke
pembaca, tapi salahkan ke kita sendiri, karena kesalahan kita yang tidak mau
mengadaptasi terhadap kemauan pembaca. Kita harus berpikir How to Relevance.”
Nah, berlanjut pada malam
harinya, sekitar jam tujuh, ruang pelatihan yang ber AC ini kedatangan tamu
terhormat dari luar provinsi Kalimantan Timur. Sosok ini cirinya berjubah serba
hitam, yang putih hanya gigi dan rambutnya saja.
Penasaran siapa sosok ini ?
Ya siapa lagi kalau bukan seorang suhu di bidang jurnalistik yang sudah saya
kenal sejak lama di Kota Manado Sulawesi Utara pada tahun 2008.
Dialah, kang Yusran Pare.
Walau wajahnya bermodel supir bentor (becak motor), tapi pengalamannya hebat
dan berotak super profesor.
Kang Yusran ini punya jam
terbang yang tinggi, bak profesor asli, sebab di Indonesia ini juga ada loh,
ngaku-ngaku bergelar Profesor tapi titelnya aspal (asli tapi palsu). He he
he
Dalam penyampaian materinya,
kang Yusran lebih membeberkan ilmu jurus-jurus logika bahasa. Di awal
penyampainnya, kang Yusran mengajak para muridnya untuk berpikir lagi apa itu kata
dan kalimat. Bahasan yang tampak sederhana, tapi sebenarnya buat gue ini
terbilang yang berat loh.
Singkat cerita, malam mulai
larut. Angka jam digital di smartphone
gue sudah mulai menyentuh ke angka sebelas malam waktu Kalimantan Timur. Di jam
ini, kepala gue mulai sering mengangguk-angguk, mirip orang yang sedang
menikmati lantuntan musik dangdut koplo, Sodiq Moneta.
Yah, tapi maaf loh. Anggukan
kepala gue ini bukan karena mengerti bahasannya, atau sedang serius menyimak
materi yang disampaikan oleh kang Yusran. Yang jelas bukan ini.
Pastinya, penyebab semua
ini, memang berasal dari rasa kantuk yang telah mulai menyerang ke raga gue.
Hemmm, apes deh.
Gue amati, sobat-sobat gue
yang lain, persis seperti di antaranya sobat gue yang duduk persis di sebelah
kiri dari gue, sudah ngantuk berat.
Banyak sobat seperjuangan
gue yang tak tahan lagi untuk memeluk guling, berbaring di kasur ranjang, dan
menikmati mimpi-mimpi begituan. Yah, mimpi-mimpi yang indah itu loh. He he he
Untung saja, sebelum balik
kanan membubarkan diri dari ruangan pelatihan, seorang wartawan senior Tribun
Kaltim, bang Sarasani saat berkesempatan memimpin lagu hymne tribun berhasil mengocok perut kami.
Kontan, rasa kantuk kami
hilang, ruangan pun jadi ramai oleh suara tawa bahak-bahak. Ya, gue ucapkan
banyak-banyak terima kasih kepada bang Sarasani, yang sudah mau rela menghibur
kami. Karena ini, sebagai penghargaan, abang gue nobatkan sebagai pria
penghibur terbaik tahun ini. He he he, sayonara semuanya. ( )
[1] Serdadu
garis terdepan yang dimaksud adalah para reporter biro daerah dan reporter
markas besar Tribun Kaltim di Kota Balikpapan.
[2] Kata “ngilmu”
dan “ngonline” merupakan ciri khas canda yang sering diutarakan oleh seorang senior
di lingkungan Tribun Persda grup Kompas Gramedia, yakni mas Feby Mahendra.
Spirit Baru Borneo, for Indonesia, jaya.
BalasHapus