PENTINGNYA EDUKASI FINANSIAL SEJAK DINI

Golden Age for Golden Children

Jajan sih boleh saja. Sisihkan buat nabung. Belanja sih boleh saja. Tak lupa nabung. Asik asik deh. Sik asik asik nabung. Bung nabung, nabung asik. Sik asik asik nabung. Bung nabung, nabung asik.

Masih ingat dengan kutipan dari bait lagu itu, yang dibawakan oleh artis cilik, Saskia dan Geofanny, yang berjudul Menabung buah karya Titiek Puspa. Kala itu, lagu ini sangat populer di telinga anak-anak era tahun 90-an. 

Lagu ini intinya mengajarkan kepada anak-anak Indonesia sebagai generasi hijau, untuk tidak bersikap boros. Ketika sedang memegang mata uang, harus pandai-pandai meluangkan waktu berhemat uang, menyisihkan sebagian uang untuk ditabung. 

Sebab menabung itu, tidak ada ruginya. Dibalik aktivitas menabung uang, tersimpan segudang manfaat yang positif. Bagi mereka yang menabung, masa depannya akan lebih cerah, tentu tak ada lagi rasa was-was.

Karena itu, penting rasanya mengajarkan sikap kedisiplinan menabung sejak dini, agar nantinya, mereka anak-anak, setelah menginjak dewasa terbiasa mengelola finansial secara bijak. 

Apalagi mengingat jaman globalisasi ini, diikuti oleh kemajuan teknologi komunikasi yang canggih dan cepat, sehingga turut berpengaruh pada layanan transaksi dasar seperti kegiatan menabung menjadi lebih praktis dan cepat.

(sketsa by Jongfajar Kelana)

Nah, berkaitan dengan penerapan strategi edukasi finansial sejak dini, adalah langkah yang tepat dan cerdas bagi para orang tua untuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Melalui cara ini, dijamin bakalan manjur. Alasannya, kalau kata Anggun Aprilia Eka Putri[1], yang kini sedang mendalami ilmu di Magister Profesi Pisikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, bahwa usia dini adalah momen yang tepat untuk mengajarkan hal-hal yang baik dan positif. 

Di usia ini, mereka sangat mudah menerima pelajaran, bisa merekam pelajaran dengan baik, termasuk edukasi di bidang finansial. 

Dia pun mengistilahkan dengan Golden Age for Golden Children. Maksudnya adalah mengoptimalkan usia dini dengan pengajaran ilmu yang bermanfaat, demi mencetak generasi emas yang bermental unggul, bermoral, dan berkualitas.  

Selain itu, terkait edukasi finansial usia dini, dia juga mengaitkannya dengan teori Jeane Piaget, mengenai periode tumbuh kembang anak. Dijelaskan, usia anak dari nol hingga tujuh tahun adalah proses awal tumbuh kembang anak.

Di usia ini, anak harus diperlakukan bagai seorang raja. Apa yang diminta anak, apa yang diinginkan anak, harus segera dituruti. Di usia ini para orang tua ditekankan untuk tidak melarang anak, biarkan anak untuk berekspresi sesuai nalar kreasinya. 

Orang tua sebaiknya menghindari kata-kata “jangan” ketika anak akan melakukan segala aktivitas. Solusinya, posisi orang tua hanya berperan memberi motivasi dan mengarahkan nilai positif. Semua ini, mesti dilakukan agar nantinya ketika beranjak dewasa maka sang anak bisa meletupkan kreativitas.  

Terkait edukasi bidang finansial, usia ini harus diberi pengetahuan dan kebebasan. Anak harus diberi tahu, kalau uang itu berfungsi sebagai alat tukar. Kegunaan uang untuk memperoleh barang yang diinginkan. 

Namun harus ada catatan, orang tua mengajarkan penggunaan uang kepada anak, harus untuk hal-hal yang positif dan produktif, berusaha mengarahkan anak untuk tidak memanfaatkan uang secara boros.

Kemudian, saat masuk di umur tujuh tahun sampai 14 tahun, anggap anak sebagai seorang prajurit atau bawahan dari para orang tua. Di usia ini adalah kesempatan emas para orang tua untuk melatih otak kanan dan kirinya. 

Caranya dengan tetap memberikan arahan baik. Ketika anak sedang salah jalan, maka orang tua wajib menegurnya. Di periode ini, para orang tua diperbolehkan menggunakan kata-kata “jangan” ketika memang dirasa anak akan terjerumus pada hal-hal negatif. 

Mengenai edukasi finansial di usia ini, para orang tua harus melepas secara bebas. Orang tua hanya sebatas memantau. Jika anak punya uang, kemudian digunakan untuk konsumsi pokok atau menabung, maka orang tua harus mendukung. 

Tetapi sebaliknya, jika uang yang dimiliki anak untuk dikonsumsi ke hal yang negatif dan bersifat boros, maka orang tua wajib turun tangan, menegur dan mengajarkan tips-tips penggunaan uang secara ‘sehat’, seperti di antaranya pengetahuan tentang investasi.  

Berikan wawasan ilmu perekonomian secara mengasyikan dengan menggunakan bahasa seumuran mereka, yang tentunya bisa dicerna dan dipahami. Mengajarkan tentang apa manfaat dari menabung atau berinvestasi. Juga berikan pengetahuan penggunaan uang untuk di masa sekarang ini, dan di masa mendatang nanti secara benar. 

Dan lagi, orang tua juga dianjurkan untuk memberikan semacam penghargaan ke anak-anak, ketika mereka ini telah berhasil mengelola keuangannya secara baik. Begitu pun sebaliknya, orang tua harus berani memberi hukuman jika anak-anaknya tak mampu mengelola keuangannya secara bijak. 

Kemudian, masuk usia 14 tahun sampai 21 tahun, perlakukan anak seperti sahabat. Usia ini merupakan momen peralihan masa akil baliq, anak sudah sangat tahu mana itu yang baik, dan mana itu yang salah. Di masa ini, emosi anak kadang cenderung tidak terkontrol, masih bersifat labil, dan sebagai jiwa-jiwa ‘pemberontak’.

Andaikan mereka mengalami persolan di bidang pengelolaan keuangan, langkah yang diambil para orang tua adalah sifatnya hanya sebagai pendengar saja, seperti seorang sahabat setia. Para orang tua jangan terburu-buru untuk mengambil sikap mencampuri urusannya. 

Kalau pun kemudian, mereka (anak-anak) memohon untuk memecahkan persoalan keuangan, maka orang tua sebaiknya langsung ikut campur dengan memberikan saran dan solusi yang tepat.   

Kegunaan Pendidikan Finansial
Berdasarkan sajian dari Live Science, para orang tua sangat jarang mengajarkan pengelolaan keuangan kepada anak-anaknya. Orang tua lebih menggangap penting pengajaran mengenai bagaimana cara makan dan minum yang benar, cara meraih nilai akademis, menghindari minuman beralkohol, narkoba, dan merokok.

Padahal, menurut Ernie Almonte, yang kini menjabat sebagai Ketua Penelitian dari American Institute of Certified Public Accountants dari National Certified Public Accountants Financial Literacy Commission, bahwa ilmu pengelolaan keuangan di usia dini harus diterapkan. 

Katanya, pendidikan keuangan akan membangun sifat kritis anak, yang membantu mereka mencapai tujuan hidup dan memperkuat ekonomi. Karena itu, langkah yang tepat, para orang tua harusnya membuat pelajaran keuangan sebagai prioritas, baik itu lewat obrolan maupun praktek sedini mungkin.[2]
 
Diharapkan, saat anak-anak mulai beranjak dewasa, maka nantinya akan terbiasa mengelola keuangan dengan baik. Mengingat, tantangan kehidupan ke depan akan lebih dinamis, dibutuhkan sebuah langkah cerdas mengelola keuangan.

Mengutip pendapat dari pakar perencana keuangan asal Universitas Indonesia, Budi Frensidy, menegaskan, ketika usia muda sebaiknya perlu memikirkan perencanaan keuangan untuk masa depan.[3]

Caranya yakni dengan berinvestasi jangka panjang.  Bila ini mampu dilakukan, maka nantinya kebutuhan mendesak bisa ditangani, seperti bisa membiayai kesehatan, mampu penuhi keperluan keluarga, dan pendidikan anak.

Dia menambahkan, jalan menuju kebahagiaan itu satu di antaranya adalah dengan menginvestasikan keuangan. Sebab, ungkapnya, setiap manusia itu memiliki siklus kehidupan, kadang di atas juga kadang sedang di bawah. Juga mulailah berpikir dan mengatur keuangan sebagai persiapan menghadapi masa pensiun. ( )
  
  


[1] Wawancara dengan Anggun Aprilia Eka Putri, pada Minggu 21 September 2014.
[2] Kenalkan Uang Sejak Dini pada Anak Bukanlah Tabu, Antaranews.com, 14 Agustus 2012  http://www.antaranews.com/berita/327569/kenalkan-uang-sejak-dini-pada-anak-bukanlah-tabu
[3] Rencanakan Keuangan Sejak Usia Produktif, Koran-sindo.com, pada 10 Juni 2014 http://m.koran-sindo.com/node/392523

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I