CINTANYA PADA VAN DER WIJCK

Cintanya Pada Van der Wijck


DERETAN rapih bangunan kantin Sekolah Menengah Pertama (SMP) Manembo-nembo di Kota Bitung, rata dijejali manusia berusia muda.

Setiap kantin tak sepi seperti kuburan, tapi ramai seperti di taman perkotaan. Jajanan kantinnya pun menjadi buruan para murid SMP Manembo-nembo. Mereka ini, jika dihitung jumlahnya sekitar puluhan orang, baik itu pria, maupun wanita. 

Di kantin-kantin itu, mereka terlihat hanya duduk bersantai, berbincang satu sama lain membahas persoalan dinamika remaja. Seperti di antaranya mengenai kisah gejolak asmara, guru galak, dan seputaran hobi mereka. 

Tetapi ada juga siswa-siswi yang memanfaatkan kantin hanya sebatas untuk fokus relaksasi dengan mengisi kegiatan bersantap kuliner, tanpa harus diisi oleh momen  obrolan santai soal kehidupan remaja. 

Mereka ini, termasuk jenis pelajar yang memang benar-benar super lapar. Jadi lebih fokus untuk makan saja, mengisi perut yang kosong dan minum agar tenggorokan tak lagi kering kerontang.

(sketsa by budi susilo)

Aktivitas ini seperti biasa, selalu tampak mencolok di siang hari. Bila matahari mulai tepat berada di atas kepala, maka kantin di sekolah SMP Manembo-nembo selalu ramai, sebab pada jam ini adalah waktunya jam istirahat sekolah.

Tapi tidak bagi Alia Putri. Gadis kelahiran Tondano, Kota Tomohon ini lebih memilih perpustakaan sebagai labuhan raganya. Padahal waktu jam istirahat tiba, sebagian besar teman-teman Lia, panggilan akrab Alia Putri, lebih menggeserkan tubuhnya ke kantin, tuk merelaksasi pikiran dan ragawinya.

Lia termasuk jenis siswi yang sungguh berbeda. Lia mengambil jalan kutub bertolak belakang dengan sebagian besar teman-teman sekolahnya. Lia lebih jatuh hati pada perpustakaan sekolah. 

Di tiap jam istirahat, Lia langsung bergegas, melangkahkan kakinya dengan penuh gairah ke rumah perpustakaan sekolah. Tak heran, dengan karakter Lia seperti ini, membuat dirinya menjadi bahan gosip teman-teman sekelasnya. 

“Eh, bay dhe wey, si Lia kemana ya ? Kok tiap jam istirahat, ia tidak pernah kelihatan di kantin,” tanya Ela, teman sekelas Lia, kala sedang nongkrong bareng dengan teman lainnya di kantin sekolah, di jam istirahat. 

“Ya seperti biasa dong. Paling dia ngisi waktu untuk pacaran. Nggak mau gabung sama kita-kita disini,” celetuk Fatma, yang kemudian mulutnya disambung dengan mengunyah gorengan pisang Goroho. 

Ah, rempong banget deh kalau sejak dini sudah punya pacar. Gak bisa gabung bareng, nongkrong sama kita-kita. Uh, ternyata untung juga ya jadi seorang jomblo seperti saya, malah bisa banyak teman loh,” tutur Sri, dengan sinisnya.

Usai mendengar kicauan Sri, sambil tergesa-gesa menelan pisang Goroho, Fatma pun langsung berceloteh. “Hemmm, kamu salah tafsir Sri. Pacarnya Lia disini bukan pacar seorang pria gagah yang kamu maksud loh.” 

Lho, kalau bukan pacar yang itu, lalu pacar yang kamu maksud itu apa Fat,” kata Sri, dengan rasa kepo yang begitu memuncak. 

Iya, siapa sih pacar ya Lia ? lagian saya tidak percaya kalau Lia itu sudah berani pacaran. “Secara gitu loh, yang saya tahu, dia itu orangnya malu-malu sama lawan jenis,” timpal Ela.

“Ah, kalian ini lebay banget. Biasa aja keles,” tegas Fatma. “Yang saya maksud pacar disini adalah benda mati, bukan makhluk hidup seperti apa yang kalian bayangkan,” ungkap Fatma.

“Apaaa ! Ah, yang benar saja,” luapan perasaan Ela dengan rasa terheran-heran. “Ih, berarti pacarnya dia sejenis zombie atau setan grandong dong. Ih, gak bangeeet deh,” celetuk Sri.

Yah, pikiran kalian ini memang benar-benar salah paham noh. Lebay lagi, lebay lagi. Cap cay deh. Biasa aja keles. Tobat dong ah, jangan ba lebay begitu kwak. “Dugaan kalian salah semua,” jawab Fatma, yang kemudian disudahi dengan senyuman mengembang.

Sri pun kemudian agak naik pitam. “Ya terus, apa ini mesti salah gue! Salah temen-temen gue! Atau salah guru-guru gue! Ah, Fatma ini gak jelas infonya,” sesalnya yang kemudian dilanjutkan dengan menyeruput minuman jus anggur yang ada di depannya. 

Nah, kalian penasaran toh? Kalau mau tahu jawabannya, coba tanyakan saja ke dia sendiri,” imbuh Fatma dengan ekspresi penjiwaan yang mencerminkan buah bijak. 

“Yaah eelaaah, rempong banget dong, mesti tanya ke Lia? males buanget gituh loh,” celetuk Ela, meskipun di dalam benak hatinya Ela, masih terlilit oleh gurita kepo. “Hemmm, siapa ya pacar benda mati itu.” Ela membatin.    

“Bang, tambah lagi dong es jus anggurnya. Satu gelas saja. Tapi tolong kasih banyak susunya ya, biar jusnya manis sedap,” pinta Sri kepada tukang es di kantin sekolahnya.

Wow Sri, kau ini haus, apa lagi nyidam. Kok minta tambah lagi es jusnya. Kuat banget minumnya sih, mirip cowok aja. Lagian ini hari tumben-tumbenan, gak seperti biasanya loh. Awas Sri, nanti jadi rajin ke kamar mandi loh,” protes Ela. 

“Biar saja, terserah saya dong. Namanya juga lagi dehidrasi, tenggorokan saya lagi butuh belaian air nih. Terus emangnya masalah buat loh, hahaha, Biasa saja keles,” timpal Sri.

Fatma pun kemudian membuka kembali obrolan alay. “Hey, kalian semua. Jadi mau tahu siapa pacar benda matinya Lia. Seminggu lalu, saya sempat tanya ke Lia, dan sosok itu adalah...,” usaha Fatma yang dengan sengaja memberi rasa penasaran ke meraka berdua.
“Iyaaa, siapa Fat,” teriak Sri dan Ela dengan kompaknya. “Ayo, cepat dong dijawab, Gitu aja lama banget sih. Buat penasaran aja nih,” keluh Sri. 
Bibir Fatma yang tipis dan memerah akhirnya pun berucap, mengeluarkan kata-kata fakta yang sebenarnya. Ini Fatma lakukan, tujuannya agar dapat menghilangkan rasa penasaran teman-temannya yang sudah punya rasa kepo berlebihan. 
“Seminggu lalu saya ngobrol sama Lia,” ungkap Fatma. Nah, kata dia, selama di perpustakaan, dirinya itu lebih banyak meluangkan waktunya bersama buku novel fiksi  kesayangannya, yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van der Wijck.
“Saya juga gak nyangka sama bacaannya Lia. Novelnya kelas berat banget, yang punya cerita asmara kelas tinggi. Saya dan kalian-kalian, pasti belum tentu suka sama bacaan buku novel-novel begitu,” puji Fatma.
“Ya, iya keles. Secara gituh loh, saya itu males banget dengan apa yang namanya membaca, apalagi dunia tulis menulis,” celtuk Sri yang kemudian ditambahkan juga oleh Ela, yang serupa mengungkapkan perasaannya, kalau tak memliki hobi membaca.
“Yah, saya sendiri sih, orangnya lebih suka ngobrol langsung, ketimbang harus luangkan waktu untuk membaca,” ungkap Ela. 

****

Tanpa sepengetahuan mereka, Malaikat yang menemani mereka pun terpaksa harus menggeleng-gelengkan kepala, setelah menyimak pembicaraan mereka bertiga. 

Tanpa sepengetahuan mereka bertiga, malaikat mendoakan, sebaiknya para generasi muda agar jangan mencontoh sifat malas seperti itu, sebab kegiatan membaca sebenarnya mampu membuka cakrawala pengetahuan.
Sebenarnya terungkap, sejak memasuki awal tahun 2008, perpustakaan di SMP Manembo-nembo Kota Bitung, terus menambah koleksi buku jenis novel. Buku-bukunya diperoleh dari berbagai sumber.
Entah itu dari sumbangan donatur perusahaan swasta, pribadi perorangan, maupun juga bersumber sumbangan dari pemerintah. Sekarang hampir sudah ada ratusan buku novel terpajang rapih di rak lemari perpustakaan.
Siapa saja boleh membacanya, tak dipungut biaya, dan pastinya tidak boleh dibawa pulang, demi menjaga kondisi buku-bukunya agar tetap berkondisi baik, dan bisa tetap dibaca enak bagi para generasi mendatang.
Nah, khusus novel berjudul Tenggelamnya Kapal Van der Wijck merupakan buah karya dari seorang intelektual muslim bernama Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang popuper dengan sebutan nama Hamka.
Inti dari isi novel itu mengenai kisah cinta asmara antara seorang pria dan wanita dari latar belakang budaya yang berbeda. Mengisahkan cerita kehidupan adat yang berlaku di Minangkabau dan budaya Bugis Makassar.
Yang pasti, ceritanya sangat mengharukan, ada kegembiraan dan juga ada momen sedihnya. Oke, buat kalian yang penasaran, buktikan saja sendiri. Cari novelnya dan nikmati isi bacaannya ! (cerita fiksi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I