PEMILU DAN RAMADHAN

Pemilu Dan Ramadhan


PEMILIHAN umum (Pemilu) presiden dan wakil presiden Indonesia di tahun 2014 ini sempat membuat tegang kehidupan masyarakat Indonesia, terbelah menjadi dua karena kandidat yang bertarung ada dua pasang.

Inilah ungkapan pengalaman yang dirasakan oleh Ustad Jimly Asshiddiqie, dalam taushiyah sholat tarawih di Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Sabtu malam, 26 Juli 2014.

Katanya, pemilu itu merupakan sejarah yang pertama kali, ada dua pasang calon yang bertarung di bulan ramadhan. Sempat, gara-gara Pemilu 2014 ini masyarakat terbelah jadi dua. 

“Yang pacaran bisa putus. Bapak, istri, anak, dalam satu keluarga bisa berbeda pendapat gara-gara pilihan Capres. Kampanye hitam juga sangat luar biasa,” urainya.

Semisal ada juga yang menghembuskan kalau pemilu tahun ini ibarat kondisi perang badar. Seakan ada kesengajaan mengkonstruksi kalau Pemilu 2014 ini sama halnya dengan perang badar, yang peristiwanya di bulan ramadhan. 

Berdoa pada Tuhan Yang Maha Esa (photo by budi susilo)

Padahal, tutur Ustad Jimly, perang itu ada dua bentuk. Yakni perang secara fisik dan perang melawan hawa nafsu. Tapi jenis yang paling besar adalah perang melawan hawa nafsu. “Kita harus bisa menahan hawa nafsu untuk memburu jabatan, kekayaan,” urainya. 

Untung saja, tambahnya, dilangsungkan di bulan ramadhan sehingga ketegangan yang terjadi tidak tinggi. Tensi emosi dapat sedikit diredam karena keberlangsungan puasa ramadhan. 

“Kita dipaksa untuk menahan diri. Dari imsak sampai senja tiba kita diwajibkan untuk menahan nafsu,” katanya.

Pemilu 2014 ini sangat berbeda dengan hajatan demokrasi sebelumnya yang menyodorkan banyak kandidat. Pemilih 2014 ini hanya dua pasang. 

Berbeda dengan kondisi banyak pasangan tentu suasana tidak akan terlalu tegang, sebab ketegangannya terpecah-pecah.

“Alhamdulillah kita telah melampui. Mungkin akan berat jika kita tidak melangsungkannya di bulan ramadhan. Mari kita syukuri sudah bisa melewati cobaan bangsa kita yang menerapkan sistem demokrasi,” imbuhnya.

Menurutnya, sistem demokrasi yang sekarang berlaku masih punya kelamahan. Yakni, layaknya pasar bebas seperti dalam bidang ekonomi. 

Demokrasi yang menganut pasar bebas pasti akan hancur sekejap, sangat lemah, karena itu harus diubah bahwa demokrasi itu bukanlah pasar bebas dan pasar bukanlah segalanya.

“Sebaik-baiknya tempat adalah masjid dan seburuk-buruknya tempat adalah pasar. Karena pasar itu kumpulannya hawa nafsu, baik itu pasar politik atau pun pasar ekonomi,” tuturnya.

Sebenarnya dalam peradaban muslim, tidak anti terhadap pasar. Pernah ada fakta, saat rasulullah berkeluh kesah akan keberadaan pasar yang dijalankan kaum Yahudi. 

“Pasarnya itu menaikan dan menurunkan harga seenaknya. Sangat merugikan orang lain,” kata Ustad Jimly.

Rasul pun kemudian mengumpulkan umat untuk bermusyawarah dalam menyikapi fenomena pasar oang Yahudi itu. Dan hasilnya diputuskan, bahwa perlu dibentuk dan mengembangkan pasar khas muslim. 

Inilah bukti kalau Islam itu tidak anti terhadap pasar tetapi pasar konsep Islam itu harus terkontrol oleh masjid, risalah, nilai-nilai dan idealisme. Sehingga pasar yang berlangsung itu tidak mengandalkan hawa nafsu yang membinasakan.

Kembali lagi ke soal pemilu 2014 ini, dapat disimpulkan bahwa pemilu 2014 sebagai proses demokrasi yang lebih baik dari pemilu-pemilu sebelumnya. 

Dalam sejarah peradaban modern sekarang, pemilu 2014 sangat berkualitas dibanding pada periode sebelumnya. Bisa berjalan damai, dan tepat di bulan ramadhan. ( )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I