NEMPLOK POHON
Nemplok Pohon
DAUN tumbuh sedikit
di pohon itu. Jumlahnya lebih sedikit dari butiran pasir-pasir yang ada di pesisir pantai. Daun
tak beranak pinak banyak, cukup tumbuh satu, dua, sampai tiga saja di tiap
tangkainya.
Daun tak tumbuh
rimbun, pohon pun berkesan sepi, kering tak hidup subur. Daunnya enggan
menonjolkan diri. Andaikan daun tumbuh rimbun, pohon pun akan tampil mempesona
indah rupawan seperti halnya pelangi yang ada di sore hari.
Hijaunya daun tak
mampu mendominasi langitnya biru, coklatnya tanah bumi, dan hitamnya bebatuan
kerikil. Bukan soal mengalah, merendah diri, atau pohon itu pelit mengeluarkan
daun-daun yang hijau.
Pohon itu, memang
begitu adanya. Tampil sebagaimana mestinya, tak dibuat-buat sampai harus terpaksa untuk
bersandiwara bak seniman teater kota besar. Pohon itu adalah pohon itu sendiri,
pohon yang menjadi dirinya sendiri.
(sketsa by budi susilo) |
Pohonnya tumbuh di
atas bumi, berpijak pada akar serabut. Tiupan angin sepoi-sepoi selalu menemani
hari-harinya menghapus kesepian, begitu pun bulir-bulir embun selalu menyapanya
di pagi hari.
Kadang pun, binatang
langka dengan ciri khas bertubuh bulat, berdaun telinga lebar hinggap di pohon
itu. Binatang ini sering bergelayutan di pohon itu.
Tangannya, kakinya, ekornya,
pokoknya seluruh tubuhnya selalu menyentuh pohon itu, ibarat sudah masuk bagian
dari raga dan jiwanya.
Pohon itu pun tak bosan,
setia menjalin persaudaraan, sangat akrab hingga ajal menjemputnya, yang entah
kapan akan mati meninggalkan planet bumi ini. Tak ada yang tahu jawaban
pastinya, kecuali Tuhan Yang Maha Esa. (cerita
fiksi)
Komentar
Posting Komentar