GO RIMBANI !
Ikhlas Tak
Mengejar Uang
SUDAH empat kali daku ikut secara langsung dalam kegiatan
mengajar di komunitas Rimbani Jakarta Selatan. Bersama teman relawan lainnya,
seperti di antaranya Bedu, Asih, Lidya, dan Rangga, kami berbagi pengetahuan
dari berbagai disiplin ilmu kepada anak-anak yang kesemuanya masih duduk di
bangku sekolah dasar.
Kecuali Bedu, untuk Asih, Lidya, dan Rangga saya baru mengenalnya. Maklum saja, sebelum beraktivitas di Rimbani, saya merupakan golongan pria sejenis Bang Toyib, yang tak pernah pulang-pulang, sebab satu hal melanglang buana ke tanah Sulawesi. Karena itu imbaunnya bagi yang lain, don't try at home yah, karena hanya orang-orang 'gila' yang mau melakukannya. Selamat mencoba deh.
Kecuali Bedu, untuk Asih, Lidya, dan Rangga saya baru mengenalnya. Maklum saja, sebelum beraktivitas di Rimbani, saya merupakan golongan pria sejenis Bang Toyib, yang tak pernah pulang-pulang, sebab satu hal melanglang buana ke tanah Sulawesi. Karena itu imbaunnya bagi yang lain, don't try at home yah, karena hanya orang-orang 'gila' yang mau melakukannya. Selamat mencoba deh.
Nah, lupakan dulu sejenak pengalaman seru saya itu. Sekarang di tengah kesibukan sebagai pekerja di sebuah
perusahaan swasta daerah Kota Jakarta, saya dan bersama kesemua teman tersebut mengisi kegiatan yang semoga bisa membawa manfaat bagi umat. Kami mau merelakan waktu dan tenaga
untuk memberi pengajaran ilmu pasti dan seni.
Proses transfer ilmu seni menggambar bagi anak-anak yang dilakukan oleh para aktivis Rimbani (photo by budi susilo) |
Keren banget, emang top temen-temen gue. Yang muda
yang berdermawan. Yang muda membuat perubahan. Yah itulah dia, jarang ada tipe-tipe pemuda seperti ini kan. Maaf nih, sudah kelewat batas, memuji-puji
sendiri, jadi mirip manusia narsismus
erectus javanicus yak.
Cerita ke jaman belakang dulu deh, tepatnya kala era reformasi 1998 bergulir. Momen ini digerakan
secara langsung oleh anak-anak muda progresif
nan tulus ikhlas yang berpangkal pada hati nurani suci. Tujuannya satu, perubahan !
Nah, jaman sekarang, temen-temen
gue ini terbukti masih mau meneruskan perjuangan secara tulus, semangat reformasinya masih berkobar-kobar, mereka gak mau
mengilang dari publik, masih ingin terus beredar di tengah denyut nadi
masyarakat kecil.
Mereka mau turun ke bawah, mau membuat perubahan lebih
baik bagi negeri ini. Aduh, maaf yah, kok
sepertinya sudah kelewat batas lagi sih bahasanya. Lebay banget yo, mirip aktivis-aktivis negarawan saja nih.
Pasti ada pertanyaan yah ? Kenapa kok mereka
mau bela-bela datang mengajar sih.
Emangnya mereka dibayar ya ? Oups, salah sangka dong itu, jangankan dibayar pakai uang, menerima upah hasil bumi
pun tidak.
Ya, semoga saja, niat dan
tindakan amal kebaikan para relawan tersebut akan diberikan ganjaran dari
Tuhan, berupa pahala-pahala dan keberkahan yang tak diduga-duga. Amin ya robal alamin.
Oke, mau kasih bocoran lagi nih, yang paling lama berkecimpung di
komunitas ini ialah, tet teret tereeet
(baca: bernada lagu), kita sebut mereka adalah Lidya dan Asih. Mohon tepuk
tangan dong, biar ramai gituh loh (Sip, very thanks yak).
Kedua wanita ini tak pernah bosan selalu datang,
terlibat dalam kegiatan mengajar. Tidak setiap hari sih, jadwalnya seminggu hanya sekali saja, dilakukan tiap hari
minggu pagi doang.
Kegiatan dikonsentrasikan di Jalan Gatot Subroto, Masjid
Al Mugni Jakarta Selatan. Dipilih tempat ini karena luas, dan berada di lokasi
yang strategis, juga dikepung oleh pemukiman penduduk. Pas manteb, kalau dijadikan wadah belajar mengajar toh.
Walau rumahnya berada jauh di Taman Mini Indonesia
Indah, Lidya merasa tak bosan dan tak pernah berkeluh kesah untuk datang
mengajar. Hal sama dengan Asih, rumahnya di Ciganjur, tak membuat pribadinya
luntur pada kegiatan yang bermuatan nilai sosial.
Bedu yang tinggal di Kota Tangerang Banten pun
menyempatkan diri, pagi-pagi menaiki kuda besi, yang kadang pergi bersama saya. Bedu
atau yang bernama asli Abdillah ini termasuk orang yang beda dari relawan-relawan yang lain.
Pria kelahiran Agustus 1985 ini selalu membawa
perangkat laptop, yang fungsinya sebagai media pembelajaran bagi anak-anak
didiknya. Ibaratnya, Bedu ingin mengenalkan cara belajar yang asik dan tak
membosankan dengan kombinasi perlatan modern berteknologi tinggi.
Nah satu lagi nih, teman yang punya darah seni bernama
Rangga. Pria berkacamata ini tiap datang memberi pengajaran seni menggambar.
Bagi anak-anak, bila kedatangan Rangga seakan tempat belajar terhiasi pelangi
indah.
Pasalnya, anak-anak memang paling suka belajar
menggambar, jadi mata pelajaran favorit. Bila di proklamasikan ke anak-anak,
bahwa ada jadwal pelajaran menggambar, maka secara spontan anak-anak akan
berteriak gembira, hore, hore, horeee
!. Yuk, kita semua bergembira, salam hore. ( )
Inget kata-kata "Because it's there"nya George L Mallory, British
BalasHapusMountaineer. Yup ada mimpi anak2 disana, mari kita bantu mewujudkannya..salam RIMBANI
Yups, mimpi-mimpi yang berujung pada kebaikan mereka dan menumbuhkan bakti bagi bangsa negaranya, agamanya, dan kedua orang tua mereka.
BalasHapusitu ciganjur kenapa dibawa2... hohoho.. justru merekalah yang membuat gw berubah utk terus semangat dan bersyukur dalam menjalani hidup.. Many thanks buat kakak lidyda dan kakak bedu yang sudah mengajak untuk kebaikan.. semoga kita bisa terus menebar kebaikan dimanapun dan kapanpun kita berada.. dan semoga kita juga bisa membantu mewujudkan mimpi-mimpi dan cita-cita adik2 kita yaa.. #GO Rimbani.. Makasih juga buat mas jurnalis kita yang sudah menulis ini, semoga bisa menginspirasi orang lain.. izin share ya mas.. :))
BalasHapusHahaha soal ya usai menenggak air jamu beras kencur, dan tiba2 jadi kebayang sama daerah Ciganjur. |Sip, insyaallah. Semoga saja. for the best.
BalasHapus