DI ASEAN KEBEBASAN PERS INDONESIA URUTAN KETIGA

Tingkat Dunia Menduduki Peringkat 139

AKSI kekerasan terhadap pekerja media massa di Indonesia tak ada habis-habisnya. Tindakan kekerasan masih dan akan selalu terjadi dimana-mana, tak mengenal batasan geografis provinsi dan dari mana asal media massa tersebut.

Terkait profesi jurnalis, sebagai pekerja media massa, tindak tanduknya dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Secara lex spesialis, pekerjaan sebagai jurnalis di Indonesia dipayungi oleh Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999.

Persoalan profesionalisme pada jurnalis, ada beberapa hal yang masih jadi pekerjaan rumah. Karena profesionalisme dan aksi kekerasaan saling berkaitan satu sama lain. 


Peta geografis Republik Indonesia Raya (Design by istimewa)
 
Bagi jurnalis, profesionalisme merupakan satu hal yang mutlak, harus dimiliki tiap individu-individu jurnalis. Tanpa profesionalisme, maka seorang jurnalis dalam menjalankan praktek tugas jurnalistiknya akan merasa kedodoran.

Satu di antaranya bahasa asing. Contohnya bahasa Inggris yang sudah sepakat digunakan oleh masyarakat global, adalah sebuah keharusan yang dimiliki oleh pekerja media massa mainstream.

Bayangkan jika seorang jurnalis tak menguasai bahasa Inggris, maka jurnalis tersebut akan mengalami kesulitan dalam menggali informasi fakta yang sebenarnya. Dan akhirnya profesionalisme dikorbankan, hasil tugas jurnalistiknya pun tak memuaskan.

Namun bukan berarti jurnalis yang sudah memenuhi kriteria profesionalisme itu akan terbebas dari aksi kekerasan. Belum menjamin juga, sebab semua tergantung situasi dan kondisinya.

Ketika seorang jurnalis berada dalam kondisi yang tidak memungkinkan seperti di antaranya dalam situasi politik yang horor dan sangat tertutup rapat, atau sedang berada dalam lingkungan para bandit-bandit, maka aksi kekerasan terhadap jurnalis kemungkinan dapat terjadi jika memang jurnalis tersebut sedang melakukan kerja investigasi.

Mengacu pada data yang diolah oleh Reporter Without Broders Press Freedom Index 2013, mengenai negara-negara yang menghargai akan Kebebasan Pers, bahwa Indonesia berada di peringkat 139 dunia.

Sementara untuk di kancah organisasi ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), Indonesia berada di urutan tiga setelah negara Brunei Darussalam dan Thailand. Dan yang paling terbawah, dari jumlah 10 negara-negara ASEAN ditempati negara Vietnam. 

Untuk negara Timor Leste sendiri belum dihitung. Namun jika Timor Leste yang notabene geografisnya berada di Asia Tenggara dan kemudian dimasukan bersama negara-negara organisasi ASEAN tersebut, maka negara yang dulu pernah bergabung dengan Indonesia ini berada di urutan pertama dengan perolehan nilai 70. 

Terlepas dari itu semua, penting kiranya sebuah negara menjamin kemerdekaan pers. Negara tidak boleh menutup diri, dengan melarang eksistensi pers yang prima dan mandiri. Negara sebagai rumah masyarakat dituntut untuk memiliki pers yang independen.

Karena pers itu ujung tombak bagi kehidupan yang bermasyarakat dan bermartabat. Pers itu bagai gambaran yang menjunjung kehidupan masyarakat yang rimbun, beraneka ragam rupa dan bentuknya.

Pers itu dihadirkan untuk keberlangsungan proses demokrasi yang berwawasan dengan diimbangi pola pikir yang matang. Dan tanpa pers, maka negara akan terasa pincang, kehidupan negara tak seimbang, akan berjalan tersok-seok, sesak nafas, dan akhirnya berujung pada hasil negara yang gagal.

Sebagai penegasan lagi, mari ingatlah pesan yang pernah dilontarkan oleh tokoh pers Indonesia, Mochtar Lubis, pers harus bisa melawan setiap penyalahgunaan kekuasaan, seperti kolusi, korupsi dan nepotisme.

Dan pers juga, kata Mochtar, harus bisa menentang setiap kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat serta menyuarakan kepentingan kelompok rakyat kecil yang tidak dapat menyuarakan kehendaknya. Dan sekarang ini, sudah sadarkah posisi pers kita, seperti apa yang telah disinggung oleh Mochtar Lubis itu. ( )



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I