BUAT RASA PENASARAN SUMANTO

Buat Rasa Penasaran Sumanto

PUSING tujuh keliling. Inilah yang dialami sebagian besar rakyat Indonesia ketika menyaksikan fakta dunia hukum Indonesia sedang risau, galau, mendung tertiup badai, dan berkondisi gelap gulita. 

Tampilan hukum Indonesia compang-camping, tercabik-cabik, akibat masih miskinnya moralitas para aparatur penegak hukum.  Ada yang bilang, sistem hukum Indonesia masih buruk, maka hasilkan sumber daya yang bobrok pula.

Melihat secara seksama, jika sistem hukum Indonesia yang terbangun bagus, namun tak diimbangi oleh sumber daya manusianya yang berintegritas, maka sistem tersebut sama saja, bagai tong kosong nyaring bunyinya. 

Demonstrasi warga di gedung Mahkamah Konstitusi menuntut lembaga negara ini harus bersih dari para mafia hukum (photo by budi susilo)

Karena tatanan hukum yang baik tersebut akan dipermainkan menjadi buruk rupa oleh mereka para mafia hukum. Sistem hukum dibolak-balik menjadi kepentingan pribadi, disulap menjadi mesin pencetak rupiah oleh para mafia.

Jadi solusi utama mengatasi ini adalah, sumber daya manusia yang dapat dipercaya, memiliki budi pekerti, dan berkualitas super hero. Sekarang dimanakah orang-orang golongan seperti ini ? Indonesia sedang butuh sekali.

Belakangan, gejolak kekesalan warga memuncak, setelah petinggi di lembaga negara terhormat yang punya kewenangan meninjau ulang Undang-undang dan sengketa pemilihan kepala daerah, tertangkap basah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tidak tanggung-tanggung, yang tertangkap itu, dan kini menjadi tersangka, adalah pimpinan pucuk lembaga tersebut. Tentu saja ini sangat menyakitkan hati nurani, mengingat selama ini Mahkamah Konstitusi dikenal organisasi negara yang terpercaya dalam menjalankan amanah UUD 1945.

Gunung-gunung serasa meledak. Air laut yang asin tumpah masuk ke daratan. Langit-langit yang biru pun ambruk jatuh ke tanah bumi. Kesan ini yang sekarang dirasakan rakyat Indonesia, yang sedang mencari keadilan hukum, secara drastis kehormatan Mahkamah Konstitusi ambruk total, sudah tak lagi dapat dipercaya.  

Pilar hukum terkoyak oleh kekuatan uang. Panglima hukum sebatas kata-kata indah dalam teori kuliah pelajaran hukum.  Aparat penegak hukum hanya pandai mengangkat citra, pasal-pasal hukum sebatas dijadikan sapi perah mengeruk uang.

Bila kondisi demikian terus berlangsung mau dibawa kemana bangsa ini. Bagaimana mungkin negara ini akan mampu raih masa gemilang, sebaliknya akan terus terpuruk pada jurang kegelapan.

Sudah bosan, setiap hari aksi demonstrasi anti korupsi di jalanan hingga berpanas-panasan dan hujan-hujanan. Mulut telah berbusa, saban hari pemuka agama berceramah korupsi itu haram. Mau bagaimana lagi, setiap saat KPK sudah rajin pasang badan berantas virus korupsi, namun cara semua itu belum manjur di negeri ini.

Sampai kapan hukum anti korupsi di Indonesia memberikan efek jera. Ada beberapa praktisi yang menasehati agar terpidana korupsi itu diberi hukum berat berupa hukum mati atau juga potong jari.

Padahal jika dilihat, tindakan korupsi yang dilakukan pejabat-pejabat negara bukanlah faktor kemiskinan dan kurangnya pendapatan dalam mengemban tanggungjawab jabatan. 

Gaji dan tunjangan sudah besar menggunung, mampu mencukupi kebutuhan anak dan istri. Negara sangat menghargai setiap orang yang berkarir dalam jabatan publik, tetapi kenapa masih saja belum puas harus sampai berbuat korupsi.

Ini tidak lain karena keserakahan yang menggelayut dalam diri seseorang. Merasa belum puas, ingin selalu lebih dari sebelumnya, dan hawa berkuasa yang tinggi, membuat dorongan orang untuk berkorupsi.

Sudah 15 tahun reformasi Indonesia bergulir. Setidaknya harus ada perbaikan yang lebih baik. Praktik-praktik kotor yang dilakukan jaman pemerintahan Orde Baru wajib ditinggalkan, songsong pandangan baru yang lebih luhur, tidak melanggar hak asasi manusia. 

Kita semua sudah tahu, sup kaki sapi itu ada, nikmat rasanya. Dan mungkin, sebentar lagi akan ada sup jari tangan terpidana korupsi yang rasa kulinernya bagaimana ya rasanya ? Membuat rasa penasaran Mr. Kanibal Sumanto[1] saja nih. Ha hi hu he ho. ( )





[1] Seorang pengidap gangguan jiwa dan kanibal Indonesia yang berasal dari Purbalingga Jawa Tengah. Kala awal tahun 2003, Sumanto mencuri mayat seorang nenek yang baru saja dikubur dan lalu dimakannya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA