BANCI
BANCI
Gemuruh menyeluruh di seputaran Kota Gorontalo, berteriak yel yel, mendukung kandidat politisi tertentu,
supaya jagoannya menang, yang lainnya dianggap persetan. Bentor, truk, mobil off road, hingga sepeda motor menjadi
hiasan asesoris dalam pesta demokrasi Kepala Daerah Kota Gorontalo.
Yah, harap
dimaklumi, kala masuk musim Pilkada, kota pecahan dari provinsi Sulawesi Utara
ini sering dapat gempuran aksi massa unjuk rasa di jalan-jalan,
dukung-mendukung politik, tentu lagi jika sudah masuk musim kampanye, akan
semakin semarak lagi, yang bisa bikin enek
tenggorokan.
Aneh juga sih, kalau
mereka itu yang belakangan ini, turun berunjuk gigi berpartisipasi demonstrasi
bela politisi, ternyata sebagian besar masih berparadigma abu-abu, karena
mereka belum pasti tahu duduk persoalan sebenarnya.
Massa pendukung para Calon Wali Kota Gorontalo 2013 tumpah ruah di depan KPU Kota Gorontalo (Jongfajar Kelana) |
Atmosfir demokrasi seperti
itu memang hanya berisik saja, mirip panci di dapur jatuh ke lantai. Ibarat
kata, ributnya itu bagai letusan Gunung Merapi yang bisa membangunkan tidur
dari mimpi ketemu banci.
Pasti benci dong,
ada politisi ngerahkan massa di jalan, hanya bisa timbulkan kemacetan, sumpek,
ruwet dan penat. Yang penting bisa unjuk fisik kekuatan otot, itu dianggap menang, tak akan dicap memiliki impotensi.
Wah, kalau begini terus, bisa-bisa
lokasi on klinik yang model iklannya
Ikang Fauzi itu bisa kebanjiran rezeki terus dong.
Lagi pula, sebegitu pentingkah, unjuk kekuatan dengan mengerahkan
massa berjubel dalam menyampaikan aspirasi para politisi yang rebut kekuasaan
pragmatis. Sudikah jadi penyambung lidah politisi demikian ?, harusnya
kebalikan dong, politisilah yang jadi
corong aspirasi. Apa di jaman ini sudah langka berpolitik gaya Tan Malaka ?
atau memang mereka para politisi pura-pura lupa.
Rupanya, mereka politisi terkini tak bisa menandingi tokoh
politisi sekaliber Tan Malaka, yang mampu bergerak senyap-senyap, diam di bawah
tanah, namun gebrakannya benar-benar nampol,
bagi para lawan-lawan politiknya saat itu, seperti kentut, tak tampak, tapi terasa luar biasa.
Nah, sekarang, kalau
politisi bergerak dengan senjata pengerah massa apa bisa dibilang banci ?, yah, rupanya penyebutan yang kurang pas deh. Mereka itu tidak juga bisa
dikatakan banci, karena kenyataanya, banci-banci itu aslinya berani dan garang,
mau menantang dan menerjang semua rintang yang mencoba menghadang.
Yang pasti,
bertarung secara gentle man !. Makanya, jangan
remehkan banci ya, jangan bawa-bawa
nama banci, inget loh, karena banci
juga manusia yang mau merdeka, ha ha ha
ha.
Kalau tidak mau disebut banci, yang lebih cocok disematkan
itu pakai nama panci saja. Perhatikan seksama panci di dapur anda. Amati secara
jeli, apa yang terjadi pada kondisi panci. Dilihat dari bagian depan buram, tak
jernih, sulit untuk buat cermin. Apalagi bagian belakangnya, hitam gelap, butek, tidak enak dilihat. Auranya itu bernilai
nol persen.
Ada tambahannya lagi nih,
soal negatif thinking terhadap panci
yang kalau sudah terjatuh tersedot magnet gravitasi bumi, ributnya bukan main,
berisiknya sangat mengganggu pendengaran telinga, dijamin gangguannya itu bisa
mengguncang ketertiban umum, melebihi aksi teror Azahari Cs di berbagai tempat
Indonesia. Ah, jadi makin lebay deh.
Yah, hampir sama
politisi pragmatis yang seperti diketahui itu lah, yang mirip panci, hanya pandai ribut-ribut, sana-sini, malah
bikin gulungan benang makin ruwet kusut tak beraturan.
Mereka itu tak bisa berkarakter seperti banci yang harusnya berperan menghibur, atau mampu menciptakan tata keindahan lewat bakatnya di salon, ha ha ha ha. Jadi, bukan rocker saja yang juga manusia, tapi banci juga manusia loh, ha ha ha ha, hidup banci ! ( )
Mereka itu tak bisa berkarakter seperti banci yang harusnya berperan menghibur, atau mampu menciptakan tata keindahan lewat bakatnya di salon, ha ha ha ha. Jadi, bukan rocker saja yang juga manusia, tapi banci juga manusia loh, ha ha ha ha, hidup banci ! ( )
Komentar
Posting Komentar