BERSAMA MEMBANGUN NASIB BAIK

Bersama Membangun
Nasib Baik
Oleh: Budi Susilo

Menyebut tahun baru Hijriah 1 Muharam 1432, bibir serasa lincah membunyikannya. Siapa pun orangnya itu, tanpa pandang jenis kelamin, suku dan bangsa, mampu menutur secara baik. Namun, tidak banyak orang yang mampu memaknai arti dari sebuah peristiwa pergantian tahun penanggalan Islam. Ironis dan sungguh orang yang merugi.

Di balik bergulirnya penanggalan tahun, ada makna tersirat, keajaiban peristiwa yang penuh hikmah. Ibarat sebuah cermin yang berfungsi sebagai penerima pantulan dari sebuah objek benda, pergantian tahun pun menjadi momen pengrefleksian diri, kurang baik menjadi baik, yang baik harus lebih baik, bahkan menargetkan super baik.

Sendi kehidupan bertolak pada pokok kemaslahatan. Tanpanya, hambar rasanya kehidupan. Hidup bagai kerikil berduri, menderita bagi dirinya dan orang lain. Ini bukan sekedar pendapat omong kosong, sejarah telah membuktikan. Seorang koruptor kelas kakap, hidup tidak tenang, di kejar tuntutan oleh orang-orang yang merasa haknya telah di rampas.

Berkacalah, ketika melewati masa perubahan tahun. Waktu tidak bisa tertawar, sebentar datang lantas pergi meninggalkan dan tidak bisa dikembalikan. Orang abad globalisasi menyebutkan, waktu itu adalah uang, artinya berharga bak harta yang bernilai tinggi. Tahun baru 1 Muharam 1432 Hijriah pun sebagai simbol lonceng peringatan umat manusia, waktu itu adalah berharga, releksikan semua apa yang telah dilakukan. Berbuat sesuai rambu-rambu, jawaban idealnya. Berbuat luar batas menerabas etika moral, menjalani tanpa kerahmatan, pilihan kiblat setan.

Pokok terpenting dari berkehidupan masyarakat bangsa dan negara titiknya kebersamaan. Selama ini sudah mulai tergadaikan, satu sama lain saling memakan, menindas, merampas, merampok yang bukan haknya. Kemirisan ini tampak di negara yang bernama Indonesia. Negara berlandaskan Pancasila ini anti terhadap tindak pidana korupsi, namun banyak aksi korupsi dan tidak terdeteksi siapa yang berkorupsi. Jelas, budaya korupsi memenggal suasana kehidupan bersama, lebih memikirkan kepentingannya sendiri, orang lain adalah persetan.

Keterkaitan perwujudan rasa kebersamaan pun ada pada bergulirnya peristiwa tahun baru 1 Muharam. Ketika itu, di jaman khalifah Umar bin Khatab menetapkan awal patokan penanggalan Islam berdasar pada fakta hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Bersama umatnya, membangun sebuah bangsa madani. Hidup bersama tanpa memandang agama, bahasa, warna kulit, dan suku. Bercita-cita dan membangun kehidupan yang harmonis, adil serta sejahterah.

Untuk menutup tulisan ini, ada kata bijak dari Rasulullah SAW, barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka. Semoga kita semua bukanlah orang golongan yang disebut terakhir. Amin. ()






Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I