PARADE OBOR TAPTU TERANGI MALAM
Parade Obor Taptu Terangi Malam
Oleh:BudiSusilo
Oleh:BudiSusilo
Dengan bersemangat ribuan umat Muslim Manado berjalan di kawasan Jalan Boulevard hingga Masjid Istiqlal, Kampung Arab. Anggie Satiken, bocah berumur lima tahun terlihat dalam rombongan. Di kening wajah lugunya yang coklat sawo matang bercucur tetesan keringat. Meski begitu, ia masih terlihat gembira. Tubuhnya yang kecil tak membuat semangatnya luntur untuk turut berjalan kaki.
Tenang, santai dan sangat menikmati, itulah yang dirasakan oleh Anggie saat berjalan kaki. "Nggak terasa capek jalan kaki berjarak jauh. Rame-rame sama teman-teman jalan kaki tidak terasa capeknya. Asyik rame-rame jalan kaki bareng teman-teman," tutur bocah yang kini bergabung di pengajian Nurul Yaqin ini, Jumat (9/4) malam.
Acara yang diikuti oleh Anggie itu adalah agenda tahunan warga muslim Sulawesi Utara (Sulut). Acaranya sering mereka sebut parade obor Taptu. Berjalan kaki sepanjang kurang lebih 40 kilometer sambil membawa penerangan obor.
Lainnya, Adnan (9), bocah pengajian Uswatun Hasanah Banjer menuturkan, mengikuti acara Taptu 2010 ini sudah yang keduakalinya. "Saya ikut parade obor Taptu untuk ikut meramaikannya. Kebetulan kali ini saya dipercaya jadi pemimpin barisan parade regu pengajian saya," katanya.
Sebenarnya tidak cuma Angie dan Adnan yang ikut Taptu. Ada ribuan orang yang memeriahkan penyelenggaraan malam Taptu. Kebanyakan mereka yang ikut Taptu berasal dari Kota Manado, anak-anak hingga remaja. Ada 174 regu barisan yang turun tumpek blek ikut malam Taptu. "Paling banyak diikuti dari sekolah-sekolahan dan lembaga pengajian Islam," ungkap satudiantara orangtua pembimbing peserta acara Taptu.
Beruntungnya, malam itu cuaca cerah, hembusan angin sepoi-sepoi yang sejuk semakin menambah rasa antusiasme warga Bumi Nyiur Melambai, menyemut untuk menyaksikan Taptu hingga membuat lajur rute Taptu macet, padat merayap.
Aminah, warga Samrat mengungkapkan, acaranya bagus, memiliki konsep meriah, menghibur, penuh keceriaan warna-warni di tiap regu barisan obor Taptunya. Bahkan uniknya, ada regu barisan marching band yang mengkombinasikan bunyian alat musik drum band dengan atraksi permainan bendera, semakin menambah atmosfir Tatpu jadi berbeda dan tampil lebih maksimal. "Parade Taptu bisa jadi objek wisata kota Manado," ujarnya.
Ridwan Syawie, Tokoh Sejarah Kampung Arab menjelaskan, awal mula keberadaan ritual Taptu itu sejak masih hidupnya sosok spiritual kaum Muslim Sulut Husein Molahele era tahun 1979, yang iring-iringan obornya di mulai dari Masjid Imam Bonjol, Pineleng dan diakhiri di kompleks Masjid Istiqlal, Kampung Arab.
"Peristiwa Taptu itu bagian dari peringatan kembali peristiwa hijarahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah. Jadi Taptu itu bukan seremonial belaka, bukan cuma-cuma acara hura-hura tetapi mengambil hikmah nilai-nilai perjungan nabi," tuturnya dan menjelaskan pengambilan kata Taptu itu diambil dari definisi langkah kaki, berjalan di gelapnya malam.
Menurutnya, Taptu itu mencerminkan penderitaan Nabi menghadapi medan berat, memperjuangkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan kemanfaatan buat semua mahluk alam semesta (rahmatanlilalamin). Makanya tidak heran "Peserta Taptu kebanyakan anak-anak muda. Biar generasi muda kita bisa mencontoh perjuangan berat nabi," katanya.
Senada dengan Abeng, Tokoh Masyarakat Kampung Arab, menuturkan, adat istiadat Taptu itu sebagai simbol pemersatu warga Sulut menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Republik Indonesia.
"Meski masing-masing berkarakter beda bisa hidup menyatu, saling hormat-menghormati, menjalin kerukunan tanpa adanya perpecahan terlebih lagi konflik," kata sosok pria yang berharap Kampung Arab menjadi pusat budaya dan pergerakan umat muslim Sulut yang moderat dan toleran.
Tenang, santai dan sangat menikmati, itulah yang dirasakan oleh Anggie saat berjalan kaki. "Nggak terasa capek jalan kaki berjarak jauh. Rame-rame sama teman-teman jalan kaki tidak terasa capeknya. Asyik rame-rame jalan kaki bareng teman-teman," tutur bocah yang kini bergabung di pengajian Nurul Yaqin ini, Jumat (9/4) malam.
Acara yang diikuti oleh Anggie itu adalah agenda tahunan warga muslim Sulawesi Utara (Sulut). Acaranya sering mereka sebut parade obor Taptu. Berjalan kaki sepanjang kurang lebih 40 kilometer sambil membawa penerangan obor.
Lainnya, Adnan (9), bocah pengajian Uswatun Hasanah Banjer menuturkan, mengikuti acara Taptu 2010 ini sudah yang keduakalinya. "Saya ikut parade obor Taptu untuk ikut meramaikannya. Kebetulan kali ini saya dipercaya jadi pemimpin barisan parade regu pengajian saya," katanya.
Sebenarnya tidak cuma Angie dan Adnan yang ikut Taptu. Ada ribuan orang yang memeriahkan penyelenggaraan malam Taptu. Kebanyakan mereka yang ikut Taptu berasal dari Kota Manado, anak-anak hingga remaja. Ada 174 regu barisan yang turun tumpek blek ikut malam Taptu. "Paling banyak diikuti dari sekolah-sekolahan dan lembaga pengajian Islam," ungkap satudiantara orangtua pembimbing peserta acara Taptu.
Beruntungnya, malam itu cuaca cerah, hembusan angin sepoi-sepoi yang sejuk semakin menambah rasa antusiasme warga Bumi Nyiur Melambai, menyemut untuk menyaksikan Taptu hingga membuat lajur rute Taptu macet, padat merayap.
Aminah, warga Samrat mengungkapkan, acaranya bagus, memiliki konsep meriah, menghibur, penuh keceriaan warna-warni di tiap regu barisan obor Taptunya. Bahkan uniknya, ada regu barisan marching band yang mengkombinasikan bunyian alat musik drum band dengan atraksi permainan bendera, semakin menambah atmosfir Tatpu jadi berbeda dan tampil lebih maksimal. "Parade Taptu bisa jadi objek wisata kota Manado," ujarnya.
Ridwan Syawie, Tokoh Sejarah Kampung Arab menjelaskan, awal mula keberadaan ritual Taptu itu sejak masih hidupnya sosok spiritual kaum Muslim Sulut Husein Molahele era tahun 1979, yang iring-iringan obornya di mulai dari Masjid Imam Bonjol, Pineleng dan diakhiri di kompleks Masjid Istiqlal, Kampung Arab.
"Peristiwa Taptu itu bagian dari peringatan kembali peristiwa hijarahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah. Jadi Taptu itu bukan seremonial belaka, bukan cuma-cuma acara hura-hura tetapi mengambil hikmah nilai-nilai perjungan nabi," tuturnya dan menjelaskan pengambilan kata Taptu itu diambil dari definisi langkah kaki, berjalan di gelapnya malam.
Menurutnya, Taptu itu mencerminkan penderitaan Nabi menghadapi medan berat, memperjuangkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan kemanfaatan buat semua mahluk alam semesta (rahmatanlilalamin). Makanya tidak heran "Peserta Taptu kebanyakan anak-anak muda. Biar generasi muda kita bisa mencontoh perjuangan berat nabi," katanya.
Senada dengan Abeng, Tokoh Masyarakat Kampung Arab, menuturkan, adat istiadat Taptu itu sebagai simbol pemersatu warga Sulut menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Republik Indonesia.
"Meski masing-masing berkarakter beda bisa hidup menyatu, saling hormat-menghormati, menjalin kerukunan tanpa adanya perpecahan terlebih lagi konflik," kata sosok pria yang berharap Kampung Arab menjadi pusat budaya dan pergerakan umat muslim Sulut yang moderat dan toleran.
Sebelumnya Remaja Mesjid Al-Mujahidin Warukapas (dikampungku) sering langganan raih piala meski hanya terfavorit...
BalasHapus